
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Pagi yang seharusnya penuh damai di Distrik Asotipo, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, berubah menjadi duka mendalam. Dua pekerja bangunan yang tengah mengecat Gereja GKI Imanuel Air Garam menjadi korban kebrutalan kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM), pada Rabu (4/6/2025) sekitar pukul 08.00 WIT.
Korban, Rahmat Hidayat (45) dan Saepudin (39), adalah tukang bangunan yang tengah menjalankan pekerjaan mereka untuk mendukung pembangunan rumah ibadah. Keduanya tewas di tempat setelah ditembak secara keji oleh pelaku yang kemudian melarikan diri ke arah pegunungan.
Jenazah Rahmat dan Saepudin dievakuasi ke RSUD Wamena. Kepergian mereka meninggalkan luka mendalam, tak hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi masyarakat yang tengah berjuang membangun kehidupan damai di Papua.
Tindakan brutal ini langsung memicu kecaman luas, termasuk dari jajaran TNI. Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen TNI Kristomei Sianturi, menegaskan bahwa aksi tersebut adalah bentuk teror yang menyasar warga sipil tak bersenjata, bahkan saat mereka sedang membangun rumah ibadah.
“Ini adalah serangan terhadap kemanusiaan dan perdamaian. Menyerang tukang bangunan yang sedang membangun gereja adalah tindakan biadab yang tidak bisa dibenarkan dalam situasi apa pun,” tegas Mayjen Kristomei dari Mabes TNI Cilangkap dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi media ini, Sabtu (7/6/2025) malam.
Menurutnya, penembakan ini merupakan bagian dari upaya kelompok separatis bersenjata untuk menciptakan ketakutan dan menghambat proses pembangunan serta pelayanan keagamaan di wilayah pegunungan Papua.
TNI bersama pemerintah daerah telah meningkatkan pengamanan di wilayah rawan dan berkomitmen melakukan investigasi menyeluruh. Kapuspen TNI juga memastikan bahwa pengejaran terhadap pelaku akan dilakukan tanpa kompromi.
“Kami tidak akan diam. Negara akan hadir. Aparat keamanan akan terus mengejar pelaku dan melakukan langkah tegas untuk menjamin keselamatan masyarakat Papua,” katanya.
Aksi kekerasan ini menambah deretan luka dalam sejarah konflik di Papua. Namun, di balik darah yang tertumpah dan bangunan gereja yang belum selesai, tersimpan harapan: bahwa keadilan akan ditegakkan, dan masyarakat Papua tetap bisa hidup dalam damai serta menjalankan keyakinannya tanpa rasa takut.
Pembangunan tak boleh terhenti. Gereja yang menjadi simbol kasih dan pengharapan akan tetap berdiri, untuk mengenang mereka yang gugur, dan untuk melawan teror dengan semangat kemanusiaan.(*)
Editor: Abdel Rafi



