JAKARTA – Aksi Menteri Keuangan (Menkeu) yang menyampaikan ucapan terima kasih pada industri rokok besar, terkait capaian penerimaan cukai rokok sebesar Rp 180 triliun pada 2015 dinilai tidak etis. Hal itu disampaikan oleh Ketua YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), Tulus Abadi dalam keterangan persnya, Rabu (27/1/2016) sore.
Menurut Tulus, pningkatan cukai rokok sama artinya dengan peningkatan jumlah perokok di Indonesia atau dengan kata lain Menkeu memang menghendaki agar masyarakat Indonesia menjadi perokok aktif, dan mendukung mereka sakit akibat konsumsi rokok. Bahkan aksi tersebut terkesan mendukung pemiskinan karena konsumsi rokok menjadi pemicu kemiskinan.
“Pernyataan Menkeu sangat ironis, jika dikaitkan dengan dampak sosial ekonomi dari konsumsi rokok. Nilai cukai yang diterima tidak setara dengan dampak sosial ekonomi dari konsumsi rokok, yang rata-rata mencapai 4 kali lipat. Kalau cukai rokok Rp 180 triliun, artinya kerugian sosial ekonominya mencapai minimal Rp 700 triliun! Jadi penerimaan cukai defisit jika dikaitkan dengan kerugian sosial ekonominya. Ini menunjukkan pernyataan Menkeu sangat kontroproduktif,” papar Tulus.
Karena itu, pihak YLKI mendesak agar Menkeu mencabut ucapan terima kasih pada industri rokok tersebut dan menggantinya dengan ucapan duka cita dan keprihatinan.
“Apalagi terbukti sistem cukai di Indonesia belum mampu menjadi instrumen untuk mengendalikan konsumsi rokok. Ini karena peningkatan cukai rokok dilakukan dengan cara meningkatkan produksi rokok,” pungkasnya.
(bti)