Saturday, December 13, 2025
spot_img
HomeGagasanMemaknai Kebhinnekaan dengan Nasakom?

Memaknai Kebhinnekaan dengan Nasakom?

Bahwa bentang alam kepulauan seluas Eropa yg disebut sebagai Nusantara ini membawa keragaman hayati, juga keragaman budaya yg tak terperi. Empu Tantular dalam Sutasoma menggambarkannya sebagai bhinneka tunggal ika yang bisa berarti berbeda-beda tapi tetap saju jua. Dalam upayanya untuk menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Nusantara itu, Bung Karno menemukan beberapa nilai-nilai yang kemudian dinamainya sebagai Pancasila.

Salah satu nilai yang ditemukan Soekarno adalah ketuhanan. Soekarno menemukan bahwa suku-suku di Indonesia itu menghayati keberadaan Tuhan yang mempengaruhi dan membentuk alam pikir, rasa, karsa dan tindakan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Para pendiri bangsa bahkan menyebut bahwa kelahiran bangsa Indonesia adalah atas berkat rahmat Allah yang membentuk keinginan luhur untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas dari penjajahan. UUD 1945 pasal 29 ayat 1 menyatakan bahwa negara berdasar atas ketuhanan yang Maha Esa.

Memperhatikan sejarah perjuangan kemerdekaan, maka UUD 1945 telah dirumuskan sebagai pernyataan perang melawan penjajahan, terutama penjajahan pikiran-pikiran dan gagasan kolonial Barat yang diwakili oleh Belanda. UUD 1945 sebagai kompleks gagasan berbangsa dan bernegara dirumuskan secara genial berbeda dengan gagasan-gagasan hegemonik yang dibawa AS/Barat sebagai pemenang Perang Dunia II. Namun, fakta menunjukkan bahwa proklamasi kemerdekaan negara-negara baru pasca Perang Dunia II itu justru diikuti dengan pembangunan sebagai sebuah proses pembaratan atau westernisasi. Hal inilah yang sebenarnya dikhawatirkan Soekarno sebagai neokolonialisasi dan imperialisasi atau nekolim.

Segera perlu dicermati, bahwa dalam perspektif kebhinnekaan itu, perjuangan kemerdekaan itu tidak pernah disokong oleh kaum komunis yang memang tidak bertuhan. Kaum komunis 3 kali (1926, 1948, 1965) melakukan pengkhianatan terhadap perjuangan kemerdekaan oleh kaum nasionalis dan Islam. ISDV lalu PKI dididirikan oleh Sneevliet pada 1913 di Semarang. Kaum komunis secara aktif justru menolak terlibat dalam persiapan proklamasi kemerdekaan 17/8/1945. Di titik ini jelas, bahwa kaum komunis bukan merupakan bagian dari kebhinnekaan bangsa ini.

Tentu gagasan yang membahayakan kemerdekaan Republik ini tidak hanya komunisme, tapi juga kapitalisme seperti yang kini menguasai ekonomi kita. Orde Baru telah melahirkan kapitalisme semu atau ersatz capitalism, namun sejak UUD 2002 berlaku, kini Jokowi membesarkannya menjadi full fledged capitalism. Baik komunisme maupun kapitalisme secara sadar tidak diakomodasi oleh perumus UUD 1945. Rekam jejak PKI jauh sebelum kemerdekaan, dan motif Barat untuk menjajah Indonesia, jelas bertentangan dengan kompleks gagasan-gagasan utama dalam UUD 1945.

Sejak Soeharto jatuh 1998, kita perlu mencermati beberapa tokoh eks PRD sebagai organisasi kaum komunis gaya baru yang kini masuk di berbagai parpol, terutama PDIP, yang berkuasa selama 10 tahun terakhir ini. Bahkan sebagian kini menjadi anggota DPR dan kabinet Merah Putih. Baik komunisme maupun Islam(me) tidak mengenal batas-batas negara yang kini memang makin borderless karena internet. Dengan sanad yang jauh lebih jelas sebagai bagian penting perjuangan kemerdekaan, kaum Islamis harus lebih artikulatif dan percaya diri untuk berpolitik, dan masuk ke gelanggang politik nasional agar jagad politik nasional tidak dijadikan jag-jagan kaum komunis dan nasionalis sekuler yang dengan lantang sering menuduh kaum Islamis sebagai anti-NKRI bahkan anti-kebhinnekaan.

Sementara kampus-kampus pemerintah segera setelah proklamasi asyik mengunyah gagasan-gagasan Barat sambil melupakan agenda mengembangkan UUD 1945 menjadi body of knowledges yang dibutuhkan dalam merumuskan kebijakan pembangunan, sulit menolak kesan bahwa Jokowi 10 tahun silam malah membawa aspirasi nasakom. Kita akan melihat apakah Kabinet Merah Putih di bawah Prabowo akan melanjutkan aspirasi ini, atau mengoreksinya. Jangan melupakan sejarah bahwa Nasakom itu bukan bhinneka tunggal ika seperti kreweng akan merusak kenikmatan gado-gado.

Surabaya, 2 November 2024

 

DANIEL MOHAMMAD ROSYID

Guru Besar dan Direktur Rosyid College of Arts

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular