
JAKARTA – Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN), Dr. Rahman Sabon Nama menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perpanjangan masa jabatan KPK dibawah pimpinan Firly Bahuri dari empat tahun menjadi lima tahun. Menurutnya, akrobatik putusan hukum tersebut merupakan tragedi yang berdampak pada tumpulnya penegakan pemberantasan korupsi di Indonesia khususnya di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Putusan MK yang kontroversial tersebut akibat dari merosotnya nasionalisme dan dekadensi moral telah merambah merusak tananan kehidupan berbangsa dan bernegara pemerintahan Jokowi.
“Menjadi pertanyaan publik, kenapa di penghujung kekuasaannya, Presiden Jokowi menerabas konstitusi dan UU dengan memperpanjang masa jabatan komisioner KPK dan di tengah menurunnya kinerja dan kepercayaan publik pada KPK dibawah kepemimpinan Firly Bahuri,” ujar Rahman Sabon pada media ini, Selasa (30/5/2023).
Karena itu, la jut Rahman Sabon, muncul kencurigaan dan pertanyaan rakyat apakah akibat banyak dosa korupsi yang dilakukan sehingga Presiden Jokowi kian merasa tidak nyaman ketika harus lengser.
“Tapi itulah yang menjadi legacy Presiden Jokowi. Dan saya kira menjadi catatan hitam dalam perjalanan sejarah Indonesia. Presiden Jokowi menjadi satu-satunya Presiden yang dirundung ketakutan luar biasa menjelang akhir masa jabatannya,” tandas Rahman.
Alumnus Lemhanas RI itu menyayangkan kenapa Presiden Jokowi terjebak dengan putusan yang justru menjerumuskan dirinya pada elit kekuasaan di lingkungan dekat Presiden.
“Karena di sinilah justru, Jokowi menunjukkan dirinya bergelimang dosa-dosa pada rakyat yaitu dosa politik, dosa hukum dan dosa konstitusi,” tuturnya.
Karena itu, lanjutnya, apabila putusan atas perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK ini dibiarkan dan didiamkan Pemerintah, maka, dugaan Rahman, Mahkamah Konstitusi pun dapat memutuskan untuk perpanjangan jabatan Jokowi untuk masa jabatan satu tahun lagi.
Rahman Sabon mengatakan seolah-olah Presiden Jokowi secara tidak sadar telah melecehkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia ,karena banyak ahli hukum dan keuangan bermoral agama antri menunggu mengganti komisioner KPK yang sudah akan berakhir masa tugasnya.
“Banyaklah stok SDM kita yang mumpuni, pinter-pinter dan jujur serta punya komitmen dalam penegakan supremasi hukum untuk memerangi kejahatan korupsi bagi terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa,” jelas Rahman.
Melalui PDKN, lanjutnya, publik mempertanyakan apakah perpanjangan jabatan pimpinan KPK oleh Mahkamah Konstitusi adalah merupakan siasat pemerintah untuk kanalisasi kejahatan korupsi yang marak merajalela dimana-mana itu akan terbongkar, seperti mega skandal korupsi 345 triliun kementerian keuangan, skandal korupsi 8 triliun Menkominfo dan Skandal Polri Sambo Cs yang dilakukan menjelang kontestasi Pilpres 2024.
Oleh karena itu Rahman menyarankan agar menjelang berakhir masa jabatannya, Presiden Jokowi seharusnya fokus memperbaiki pemerintahannya terutama pemberantasan korupsi dan KKN dengan mengganti komisioner KPK yang baru dan bukan memperpanjang jabatannya.
“Kami berpandangan, janganlah mengorbankan kepentingan negara dan rakyat Indonesia hanya untuk menutupi kerugian negara akibat kejahatan ekonomi oleh koruptor negara yang menilep uang negara yang merugikan rakyat Indonesia,” tukasnya.
Menurut Rahman Sabon, maraknya korupsi yang terjadi hampir di semua kementerian dan lembaga, diperlukan pimpinan KPK yang baru untuk melakukan penyidikan terkait misalnya korupsi kebijakan diduga gratifikasi kebijakan atas kebijakan pertanahan yaitu Permen Nomor 21 tahun 2020 dan Permen Nomor 6 tahun 2023 yang melindungi mafia tanah.
“Penerbitan ijin kepemilikan HGB dan HGU di Ibukota IKN selama 80 tahun secara eksplisit diduga tidak terlepas dengan Permen di atas sehingga berakibat kasus tanah-tanah rakyat dirampok para oligarki dan mafia tanah di berbagai daerah Indonesia harus ditangani secara serius oleh KPK,” pinta Rahman.
Oleh karena itu, pria yang juga Ketua Umum Asosiasi Pedagang Dan Tani Tanaman Pangan Dan Holtikultura Indonesia (APT2PHI) itu meminta agar KPK segera melakukan penyidikan atas dugaan korupsi kebijakan bidang pertanahan.
“Karena rasio ketimpangan kepemilikan dan penguasaan tanah saat ini, 67% justru telah dikuasai oligarki WNI China di tengah berbagai kasus-kasus tanah masyarakat yang dicaplok tapi mereka tidak tersentuh hukum. Diperlukan KPK dengan energi baru untuk menyelidiki kepemilikan atas tanah tersebut dan bukannya memperpanjang masa jabatan mereka yang terbukti kinerjanya dipertanyakan publik,” pungkas Rahman Sabon Nama.
(bus)