
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Pancasila memang kokoh secara konsep, tapi masih rapuh di lapangan. Itulah benang merah dalam Webinar Nasional Sekolah Hukum dan Politik Kebangsaan yang digelar Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur bersama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Jumat (22/8/2025) malam.
Prof. Dr. H. Agus Moh Najib, M.Ag., Direktur Sosialisasi dan Komunikasi BPIP, menegaskan bahwa cita-cita keadilan sosial dalam Pancasila masih jauh dari kenyataan. “Kalau demokrasi kita sudah betul-betul dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, maka keadilan sosial akan terwujud. Mestinya, kemiskinan sudah tidak ada lagi,” katanya.
Webinar daring ini diikuti 256 anggota ISNU se-Jatim. Hadir sebagai narasumber KH Afifuddin Muhajir MAg (Wakil Rais Aam PBNU), Prof M Noor Harisuddin MFil.I (Guru Besar UIN KHAS Jember), dan Prof Moh Fadli MHum (Guru Besar FH Universitas Brawijaya Malang).
Agus menilai sila pertama hingga ketiga relatif sudah berjalan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, misalnya, dimaknai sebagai nilai tauhid dan moralitas, bukan sekadar hukum syariah. “Radikalisme jelas bertentangan dengan sila kedua (kemanusiaan), sementara liberalisme juga bertentangan dengan sila pertama (religiusitas). Tapi soal keadilan sosial, itu yang masih jauh dari kenyataan,” ujarnya.
KH. Afifuddin Muhajir menegaskan, negara dalam Islam adalah sarana (wasilah) untuk menegakkan keadilan dan kemaslahatan. “Pancasila sejatinya sudah memuat maqasid al-shariah. Jadi ukuran baik-buruknya bukan negara Islam atau bukan, tapi sejauh mana negara melindungi rakyat dan menegakkan keadilan,” katanya.
Hal senada disampaikan Prof. Noor Harisuddin. Menurutnya, NKRI bisa disebut Darul Islam karena umat Islam dapat menjalankan agamanya secara baik. “Lima sila Pancasila itu Islami semua. NKRI ini sudah syariah,” ujarnya.
Tersandung Regulasi
Sementara Prof. Moh Fadli menyoroti praktik kebangsaan yang kerap terjebak dalam tumpukan regulasi. Ia mencatat ada lebih dari 42 ribu peraturan di Indonesia, termasuk 388 warisan kolonial. “Secara konsep Pancasila sudah benar. Tapi dalam praktik, Pancasila masih kalah oleh intervensi regulasi,” tegasnya.
Diskusi yang dipandu Prof. Dr. Hufron, MH., ini menjadi pengingat bahwa meski Pancasila sudah sakti di atas kertas, implementasinya masih butuh perjuangan panjang. Refleksi ini kian penting di momentum 80 tahun kemerdekaan Indonesia, agar cita-cita keadilan sosial benar-benar dirasakan seluruh rakyat. (*)
Editor: Abdel Rafi



