Sunday, December 7, 2025
spot_img
HomeEkonomikaGus Lilur dan Paradigma yang Berubah di Lantai Lima Hilton Orchard

Gus Lilur dan Paradigma yang Berubah di Lantai Lima Hilton Orchard

Momen pertemuan Gus Lilur dan sahabatnya sesama pengusaha di Lantai 5 Hilton Orchard, Singapura, Jumat (11/7/2025) sore. (foto: Dokumen Pribadi) 

SINGAPURA, CAKRAWARTA.com – Jumat (11/7/2025) sore, di lantai lima Hilton Orchard, Singapura, semilir angin dari pendingin ruangan menyapu lembut aroma kopi dan percakapan yang mengalir tenang. Di sebuah meja di sudut Ginger Lily Café, dua sosok dari dua latar belakang berbeda bertemu bukan sekadar untuk berbasa-basi bisnis, tapi untuk membuka cakrawala baru tentang laut Indonesia.

Salah satunya adalah HRM Khalilur R. Abdullah Sahlawiy, dikenal sebagai Gus Lilur, pendiri dan pemilik Bandar Laut Dunia (BALAD) Grup, yang selama ini teguh melangkah di jalur budidaya perikanan. Laut baginya bukan ruang eksploitasi, melainkan ekosistem yang harus ditata, dijaga, dan diwariskan secara lestari. Maka ketika sebagian besar pelaku sektor kelautan memilih jalur tangkap, ia justru memasang keramba, menata karang, dan membiarkan ikan tumbuh dalam harmoni.

Namun pertemuannya sore itu mengubah segalanya.

Lawannya bicara adalah seorang pengusaha berdarah campuran Melayu, Vietnam, Tionghoa, dan India. Ia bukan nama besar di media, tapi jejaknya nyata, mengelola budidaya dan perikanan tangkap dari Bali dan Batam, lalu mengekspornya ke pasar dunia. Amerika, Eropa hingga Asia, semua mengenal rasa laut Indonesia, tapi tidak mengenal siapa tuan rumahnya.

“Mas Lilur, ikan tangkap juga bisa dikelola tanpa merusak. Kita hanya perlu tahu caranya,” ujar si pengusaha dengan tenang. “Saya siap bantu menjualkan lobster, kepiting bakau, ikan sunu, ikan kerapu, baik hasil budidaya maupun hasil tangkapan Mas.”

Di balik kata-kata itu, Gus Lilur melihat sesuatu yang lebih besar, kedaulatan. Bahwa laut Indonesia yang selama ini hanya jadi halaman belakang dapur-dapur dunia, sesungguhnya bisa menjadi panggung utama. Bahwa perikanan tangkap, yang selama ini ia pandang dengan penuh kehati-hatian, bisa menjadi jalur baru jika dijalankan dengan etika dan keberlanjutan.

Dua jam percakapan di Hilton Orchard membuka gerbang pemahaman baru.

“Saya mantap memulai ekspor perikanan tangkap. DABATUKA. BISMILLAH,” ujar Gus Lilur, dengan keyakinan yang tak dibuat-buat.

Keduanya sepakat untuk bertemu kembali pada Agustus 2025 mendatang di Bali. Setelah urusan sang pengusaha selesai di Belanda dan Gus Lilur kembali dari Afrika, mereka akan turun langsung ke lokasi budidaya, menyusun rencana strategis, dan mulai membuka jalur ekspor dari laut Nusantara ke meja-meja makan dunia.

Tak hanya soal bisnis, tapi juga soal misi menjadikan Indonesia sebagai kiblat perikanan dunia, dengan tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

“Saya bangga menjadi Indonesia,” ujar Gus Lilur. “Karena laut kita bukan hanya milik kita, ia adalah titipan sejarah dan masa depan dunia.”

Paradigma itu berubah. Bukan karena janji manis atau proposal bisnis, melainkan karena pertemuan batin antara mimpi dan peluang, antara semangat menjaga dan keberanian menjangkau. Di lantai lima Hilton Orchard, di sebuah sore biasa di Singapura, seorang anak bangsa memutuskan untuk melangkah lebih jauh. Ke tengah samudra. Ke tengah dunia.

“Salam Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” pungkas Gus Lilur. (*/adv)

Editor: Tommy dan Rafel

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular