
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Perubahan iklim bukan lagi isu masa depan. Ia sudah mengetuk pintu kita hari ini, membawa suhu bumi yang makin panas, udara makin kotor, dan hutan yang terus menyusut. Dalam situasi genting inilah, suara akademisi seperti Prof. Dr. Nuri Herachwati, Dra.Ec., M.Si., MSc., menggema lantang, membawa solusi dari sisi yang jarang disorot: sumber daya manusia.
Dalam orasi pengukuhannya sebagai Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB Unair) yang berlangsung Rabu (28/5/2025) di Aula Garuda Mukti, Prof Nuri memperkenalkan sebuah pendekatan yang disebutnya sebagai Green Human Resource Management (GHRM) — sebuah terobosan manajemen SDM yang dirancang untuk membawa organisasi menuju praktik yang ramah lingkungan.
“GHRM bukan sekadar hemat listrik atau kurangi kertas. Ini tentang membentuk budaya kerja baru — budaya yang sadar, peduli, dan aktif menjaga bumi,” tegas Prof Nuri dalam orasinya yang sarat semangat perubahan.
Membaca Krisis Iklim dari Sudut Pandang SDM
Indonesia memang telah menyatakan komitmennya terhadap masa depan hijau. Target ambisius telah dicanangkan: puncak emisi karbon pada 2030 dan net zero emission pada 2060, dengan 23 persen energi berasal dari sumber terbarukan pada 2025. Namun, di balik target itu, fakta lapangan menunjukkan tantangan besar.
I”ndonesia masih berada di peringkat ke-133 dari 180 negara dalam Environmental Performance Index tahun 2018 — sebuah sinyal bahwa pekerjaan rumah kita belum selesai,” tukasnya.
Di sinilah gagasan GHRM menjadi relevan. Menurut Prof Nuri, organisasi tidak bisa hanya bergantung pada teknologi dan kebijakan. Dibutuhkan manusia yang berpikir hijau, bekerja dengan semangat keberlanjutan, dan mampu mendorong perubahan dari dalam.
Tiga Kunci, Empat Tantangan
Dalam penelitiannya, Prof Nuri mengidentifikasi tiga pendorong utama implementasi GHRM:
- Association Compliance – Tekanan dan arahan dari asosiasi industri yang menuntut standar keberlanjutan.
- Top Management Commitment – Komitmen penuh dari pimpinan puncak organisasi.
- Peran Strategis HR – SDM sebagai agen perubahan, yang digerakkan lewat rekrutmen dan pelatihan berbasis kesadaran lingkungan.
Namun, jalan menuju organisasi hijau juga dipenuhi tantangan. Prof Nuri menyebut setidaknya empat hambatan besar:
- Kurangnya pemahaman pimpinan terhadap pentingnya SDM hijau.
- Budaya kerja lama yang sulit berubah.
- Koordinasi internal yang lemah, terutama antar departemen.
- Ketidakjelasan regulasi dan minimnya insentif pemerintah, yang membuat transformasi sering kali mandek di tengah jalan.
Dari Tren Menuju Kebutuhan
Bagi Prof Nuri, GHRM bukan hanya pilihan gaya hidup organisasi modern, tetapi sebuah kebutuhan mendesak dalam menghadapi krisis iklim global.
“Sinergi antara kebijakan pemerintah, komitmen perusahaan, dan kesadaran individu sangat dibutuhkan. Kita tidak bisa hanya menunggu teknologi menyelamatkan bumi. SDM harus jadi bagian dari solusinya,” tandasnya.
Visi ini membawa harapan baru: bahwa manusia — bukan hanya mesin atau sistem — adalah jantung dari perubahan menuju Indonesia hijau. Dengan pendekatan GHRM, organisasi tidak hanya akan lebih ramah lingkungan, tetapi juga lebih kompetitif di era ekonomi hijau yang kian menuntut tanggung jawab sosial dan ekologis.
Hijaukan Organisasi, Selamatkan Masa Depan
Orasi Prof Nuri adalah ajakan terbuka bagi dunia kerja untuk berhenti menjadi penonton dan mulai berperan aktif. Saat bumi sedang panas-panasnya, langkah kecil seperti memperbaiki budaya kerja bisa menjadi sumbangan besar bagi masa depan.
Karena sejatinya, menyelamatkan lingkungan bukan hanya urusan teknologi dan kebijakan negara. Ia adalah soal cara kita — manusia — bekerja, berpikir, dan mengambil keputusan setiap hari. Dan di sanalah Green Human Resource Management menjadi harapan baru.(*)
Editor: Abdel Rafi