Sunday, December 7, 2025
spot_img
HomePolitikaDituding Bergeser ke "Kanan", NU Dinilai Masih Konsisten Jaga Jalan Tengah

Dituding Bergeser ke “Kanan”, NU Dinilai Masih Konsisten Jaga Jalan Tengah

Ilustrasi.

BANDUNG, CAKRAWARTA.com – Belakangan ini muncul kekhawatiran bahwa Nahdlatul Ulama (NU) mengalami pergeseran orientasi ideologis ke arah kelompok Islam konservatif, atau yang sering disebut sebagai “nganan.” Isu ini mencuat seiring manuver politik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai politik yang dilahirkan dari rahim NU, yang berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), partai dengan akar ideologi Ikhwanul Muslimin, dalam mengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2024.

Pengurus Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Jawa Barat, Ayik Heriansyah, menyebut bahwa narasi NU bergeser ke “kanan” tidak sepenuhnya akurat, namun wajar jika muncul di tengah publik.

“Koalisi PKB-PKS memang menjadi puncak dari berbagai koalisi di Pilkada sebelumnya. Tapi menyimpulkan bahwa NU ikut bergeser ideologi, itu terlalu jauh,” kata Ayik dalam keterangannya, Minggu (13/7/2025).

Kekhawatiran soal “kananisasi” NU juga dikaitkan dengan hasil survei Pew Research Center, yang menyebutkan bahwa 64% muslim Indonesia mendukung penerapan syariat Islam sebagai hukum negara. Sementara menurut survei LSI 2023, 56,9% responden mengaku bagian dari NU.

Korelasi ini menimbulkan asumsi bahwa mayoritas pendukung syariat adalah warga NU, meskipun asumsi tersebut belum tentu sahih.

NU Islamis, Tapi Tak Pernah Anti-NKRI

Ayik menjelaskan bahwa istilah “kanan” dan “kiri” sejatinya warisan Orde Baru, yang kini sudah tak relevan untuk memetakan dinamika ideologi masyarakat pasca-Reformasi. Ia menilai NU tetap berada dalam spektrum “Islamis moderat” yang tidak mengancam keberadaan negara.

Menurut Ayik, jika indikator “kanan” adalah sikap pro terhadap penerapan syariat Islam, maka ada tiga varian “kanan” yang bisa dibedakan sebagai berikut:

1. Kanan Dalam. Syariat Islam diterapkan pada tataran nilai dan moral aparatur negara, serta dalam kerangka maqashid syariah.

2. Kanan Tengah. Nilai dan hukum Islam dijadikan referensi formal tanpa meninggalkan empat konsensus kebangsaan: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

3. Kanan Luar. Penerapan syariat secara total dengan menghapus sistem negara Indonesia dan menggantinya dengan Khilafah.

“NU tetap berada di spektrum kanan dalam atau sebagian di kanan tengah. NU tidak mungkin menjadi kanan luar, karena para pendiri NU juga pendiri NKRI,” tegas Ayik.

Ayik menyarankan agar pemerintah tidak lagi memakai istilah “kanan-kiri” yang usang, melainkan membangun kategori baru yang lebih kontekstual untuk memahami orientasi keagamaan dan kebangsaan masyarakat Indonesia hari ini.

“Pemerintah tidak netral ideologi. Ia cenderung kapitalis yang berbungkus Pancasila. Maka jangan serta-merta menuding masyarakat condong ke kanan sebagai sesuatu yang berbahaya,” tandasnya.(*)

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular