Surabaya, – Mantan Rektor Institut Teknologi Bandung, Prof. Akhmaloka, Ph.D mengatakan bahwa perguruan tinggi tidak boleh hanya melahirkan lulusan yang memiliki kecerdasan intelektual saja. Ia menegaskan bahwa kecerdasan emosional dan spiritual juga penting agar nilai-nilai moral dan etika tetap terjaga.
“Perguruan tinggi tidak cukup hanya menghasilkan SDM yang tangguh dalam membangun bangsa. Lulusan perguruan tinggi juga harus dapat menjaga nilai moral dan etika,” ujar Akhmaloka dalam acara sharing motivation hari kedua Rapat Kerja Kepala Departemen seluruh Universitas Airlangga, yang berlangsung sejak Sabtu (21/9/2024) dan berakhir hari ini, Senin (23/9/2024) di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Perkembangan pesat teknologi telah membawa banyak perubahan pada kehidupan manusia. Saat ini banyak manusia yang semakin bergantung pada teknologi dalam menjalani kehidupannya. Akhmaloka menilai bahwa ketergantungan itu tidak baik karena teknologi tidak memahami nilai kemanusiaan
“Banyak orang yang berpikir bahwa computer is everything, padahal komputer itu tidak punya value. Pada era society 5.0 itu, kita sudah berbicara soal value, soal nilai kemanusaian. Namun, saat ini manusia malah semakin percaya ke komputer, padahal komputer itu juga produk buatan manusia,” tegas Akhmaloka.
Akhmaloka meyakini bahwa setiap mahasiswa pasti memiliki kelebihan. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa seorang pendidik harus mampu untuk membantu mahasiswa menemukan dan memoles kelebihan yang mereka miliki.
“Setiap manusia punya keunggulannya masing-masing. Sehingga jika bapak ibu mendidik anak-anak kita, maka temukan keunggulan mereka. Setiap anak pasti punya keunikan dan kebaikan yang bisa mereka tawarkan dan berikan ke dunia,” pinta Akhmaloka kepada seluruh Kadep di lingkungan Universitas Airlangga yang hadir.
Menurut Akhmaloka pendidikan bukanlah proses yang dapat diputar kembali. Oleh karena itu, lanjutnya, akan sulit untuk membentuk kembali mahasiswa atau lulusan yang telah melewati proses pendidikan yang salah.
“Proses itu ada yang bisa bolak-balik, ada yang gak bisa balik. Pendidikan adalah irreversible process. Jadi hindari segala anomali dan abnormality dalam prosesnya. Perguruan tinggi tidak boleh sampai salah dalam membuat kurikulum. Sekali salah maka anak didik kita akan salah seterusnya,” tandas guru besar FMIPA ITB itu.
(khefti/rafel)