
JEPARA, CAKRAWARTA.com – Di balik tembok sunyi sebuah kamar kos dan hotel di Jepara, terkuak kisah kelam yang mengguncang nurani. Tim gabungan dari Polda Jawa Tengah (Jateng) bergerak cepat dan tegas, menggelar olah tempat kejadian perkara (TKP) dalam kasus kejahatan seksual terhadap anak yang melibatkan tersangka S (21)—pemuda asal Jepara yang kini diduga kuat mencabuli 31 anak berusia 12 hingga 17 tahun.
Sabtu (3/5/2025) pagi sekitar pukul 08.00 WIB, dua titik di Kecamatan Tahunan—sebuah kamar kos dan sebuah hotel—menjadi saksi bisu upaya pencarian kebenaran. AKBP Rostiawan memimpin langsung tim olah TKP yang terdiri dari personel terlatih, yang bertugas mengungkap detail mengerikan dengan pendekatan paling modern, ilmu forensik.
“Kami lakukan pengamatan menyeluruh, dokumentasi visual, pencarian serta pengumpulan barang bukti, hingga pengambilan sampel dari titik yang dicurigai mengandung cairan tubuh, seperti sperma, darah, dan rambut,” jelas AKBP Rostiawan, Minggu (4/5/2025).
Dari lokasi tersebut, tim menemukan sejumlah barang bukti signifikan: potongan kain kasur dan busa dengan dugaan bercak sperma, sprei dengan dugaan darah, serta helai rambut yang tersebar di lokasi. Semuanya kini tengah dianalisis oleh Bidlabfor Polda Jateng dan Puslabfor Bareskrim Polri untuk memastikan keterkaitan dengan pelaku maupun para korban melalui uji DNA.
“Ini bukan sekadar pencarian bukti, ini adalah langkah ilmiah demi menegakkan keadilan yang tak bisa dibantah. Setiap bukti adalah suara diam para korban yang harus kami perjuangkan,” tegasnya.
Sebelumnya, tersangka mengakui telah bertemu sedikitnya tiga korban di dua lokasi tersebut. Namun polisi menduga bahwa pelaku menjalankan aksinya secara sistematis dan berulang, sehingga olah TKP menjadi bagian penting untuk memetakan skema kejahatan secara utuh.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, dalam pernyataan terpisah, menegaskan bahwa penyelidikan ini adalah bagian dari pendekatan Scientific Crime Investigation (SCI)—upaya berbasis sains untuk menelusuri kebenaran dengan bukti nyata.
“Kami terus membuka ruang pelaporan bagi masyarakat yang merasa anaknya menjadi korban. Identitas para korban kami lindungi sepenuhnya. Tidak ada ruang aman bagi pelaku kejahatan terhadap anak di negeri ini,” ujarnya tegas.
Di tengah derasnya gelombang empati dan kemarahan publik, Polda Jateng menunjukkan bahwa penegakan hukum bukan hanya soal kekuasaan, tapi juga keberanian dan keteguhan dalam berpihak kepada yang tak mampu bersuara — anak-anak yang hari ini menuntut keadilan lewat kerja ilmiah yang tak kenal kompromi.
(Reza/tommy/Rafel)