
BANDUNG, CAKRAWARTA.com – Harapan itu akhirnya datang. Di balik kekhawatiran yang menyelimuti ruang-ruang kelas dan hati para dosen serta teman-teman seangkatan, Institut Teknologi Bandung (ITB) menyambut lega keputusan penangguhan penahanan salah satu mahasiswinya, SSS, yang tersandung kasus meme Presiden Prabowo dan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
Dalam pernyataan yang sarat empati, ITB menyampaikan apresiasi kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, serta para pimpinan DPR yang telah menunjukkan kebijaksanaan dan pendekatan kemanusiaan terhadap nasib seorang anak bangsa yang sedang mencari jati diri.
“Terima kasih yang tulus kami sampaikan kepada Presiden, Kapolri, Wakil Ketua DPR RI, Ketua Komisi III DPR RI, serta semua pihak yang telah membantu membuka jalan pembinaan bagi mahasiswi kami, bukan sekadar jalur penghukuman,” ungkap Nurlaela Arief, Direktur Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB, Selasa (13/5/2025).
Tak hanya kepada para pejabat negara, ITB juga mengulurkan rasa terima kasih kepada Kementerian Pendidikan Tinggi, Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IOM), para alumni, keluarga mahasiswa ITB, rekan media, hingga masyarakat luas yang ikut mengawal proses ini dengan hati nurani.
Kini, setelah badai mulai reda, ITB menyatakan komitmennya untuk mendampingi SSS menjalani proses pembinaan. Bukan dengan amarah atau stigma, melainkan dengan cinta dan tanggung jawab.
“Kami ingin menjadikan peristiwa ini sebagai momentum pembelajaran yang mendalam. ITB akan mendidik SSS untuk tumbuh sebagai pribadi yang dewasa, memahami makna tanggung jawab dalam kebebasan berpendapat, dan menjunjung tinggi etika dalam ruang publik,” lanjut Nurlaela dengan suara yang menekankan pentingnya nilai-nilai moral dan kebijaksanaan dalam pendidikan tinggi.
Langkah pembinaan yang akan ditempuh ITB pun tak main-main. Diskusi terbuka, kuliah umum, hingga penguatan literasi digital dan hukum akan digelar. Semua demi memastikan kampus tak hanya mencetak lulusan cerdas, tapi juga berjiwa besar.
“Kami percaya bahwa setiap anak muda berhak belajar dari kesalahannya. Kebebasan berekspresi adalah hak, tetapi harus disertai pemahaman, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap sesama. Kami ingin membangun iklim akademik yang sehat—ruang dialog yang bebas, tapi juga bijak,” ujar Nurlaela, lirih namun tegas.
Sementara itu, pihak Kepolisian RI melalui Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengonfirmasi bahwa penangguhan penahanan diberikan berdasarkan pendekatan kemanusiaan, serta permohonan dari penasihat hukum dan orang tua SSS.
“Keputusan ini juga mempertimbangkan masa depan pendidikan yang bersangkutan. Kami memberi ruang bagi kesempatan kedua, karena setiap anak muda layak mendapat kesempatan untuk memperbaiki diri,” ucap Trunoyudo.
SSS pun telah menyampaikan permintaan maaf kepada publik, menyadari bahwa tindakan impulsif di dunia maya bisa berdampak besar di dunia nyata.
Dalam kisah ini, yang tersisa bukan sekadar pelajaran hukum, tapi juga potret wajah Indonesia yang masih menyisakan ruang maaf, harapan, dan cinta dalam mendidik anak-anak bangsanya. Bahwa kampus bukan hanya tempat mengasah logika, tapi juga menyemai kebijaksanaan dan kemanusiaan.
(Reza/Rafel)