Wednesday, December 17, 2025
spot_img
HomeHiburanPesan Krisis Ekologis Sumatera Menggema di Panggung Seni Melbourne

Pesan Krisis Ekologis Sumatera Menggema di Panggung Seni Melbourne

foto performance Rani Jambak di Inter.Sonix 06 di Melbourne, Australia, Kamis (12/12/2025). (foto: dokumen pribadi)

MELBOURNE, CAKRAWARTA.com – Seniman suara asal Indonesia, Rani Jambak, menyampaikan keprihatinan atas krisis ekologis di Sumatera melalui pertunjukan musik eksperimental dalam program internasional Inter.Sonix 06 di Melbourne, Australia. Melalui lapisan bunyi ritmis dan elektronik, Rani membawa isu kerusakan lingkungan dan kehilangan nyawa ke ruang seni global.

Rani tampil pada Desember 2025 dalam Inter.Sonix 06, program kuratorial yang digagas organisasi seni nirlaba Liquid Architecture (LA) di Naarm, sebutan Aborigin untuk Melbourne. Penampilannya berjudul “Sounds from Sumatera in Melbourne, yang tidak hanya mengeksplorasi kemungkinan artistik bunyi, tetapi juga menghadirkan kesaksian kultural atas krisis ekologis di tanah air.

“Saya tidak datang membawa kegembiraan. Saya datang membawa kabar duka dari Sumatera,” ujar Rani di hadapan audiens.

Liquid Architecture, yang berdiri sejak 1999, dikenal sebagai salah satu platform penting seni eksperimental di Australia. Organisasi ini menempatkan praktik suara dan mendengar sebagai bagian dari kritik sosial dan politik, sekaligus membuka dialog lintas kawasan, termasuk dengan Asia Tenggara.

Keterlibatan Rani merupakan bagian dari seri Inter.Sonix, program yang menyoroti praktik sonik kontemporer di Asia Tenggara. Sejumlah seniman Indonesia sebelumnya juga pernah tampil dalam program ini, antara lain Sipaningkah (Aldo Ahmad), Rully Shabara, Mahamboro, Yes No Klub, dan Woto Wibowo.

“Di ruang seperti ini, suara tidak harus netral. Ia boleh sedih, marah, dan berpihak,” kata Rani setibanya di Indonesia.

Selama di Melbourne, Rani terlibat dalam dua agenda utama. Pada 9 Desember 2025, ia mengikuti diskusi publik Li( )stening Exchange: Sonic Heritage di CY Space. Dalam forum tersebut, Rani memaparkan perjalanan artistiknya serta latar filosofis yang membentuk praktik kekaryaannya.

Australia memiliki arti khusus bagi Rani. Ia menempuh pendidikan magister di Macquarie University, Sydney, dan meraih gelar master pada 2018. Pengalaman akademik dan kultural tersebut turut membentuk pendekatannya dalam berkesenian.

Dalam diskusi itu, Rani menceritakan proyek awalnya, #FORMYNATURE, yang terinspirasi dari filosofi hidup berkelanjutan masyarakat Gunditjmara. Prinsip “you should never take more than you need” menjadi refleksi yang ia bandingkan dengan kondisi eksploitasi alam di Sumatera.

Rani juga memperkenalkan Kincia Aia, instrumen bunyi ciptaannya yang terinspirasi dari kincir air tradisional Minangkabau. Instrumen ini diposisikan sebagai arsip pengetahuan lokal sekaligus simbol relasi manusia, alam, dan teknologi.

Puncak penampilan Rani berlangsung pada Kamis (12/12/2025) dalam Performance Inter.Sonix 06 di Miscellania, kawasan pusat bisnis Melbourne. Dalam pertunjukan tersebut, ia tampil bersama RP Boo, pelopor musik footwork asal Chicago, dan Will Guthrie, perkusionis eksperimental dari Australia.

Salah satu karya yang paling kuat adalah “Regang”, istilah yang merujuk pada napas terakhir. Komposisi ini lahir dari kolaborasi Rani dengan desainer Indonesia Toton Januar, terinspirasi oleh sejarah Sumatera sebagai Swarnadwipa yang kini menghadapi kerusakan hutan dan tekanan ekologis berat.

Selama sekitar 40 menit, Rani membawakan rangkaian karya yang ia sebut sebagai narasi sonik “Sounds from Sumatera”, menghubungkan bunyi-bunyi lokal dengan bahasa musik elektronik global.

Duka yang dihadirkan Rani berakar pada konflik ekologis di Sumatera, terutama proyek PLTA Batang Toru yang berdampak pada Ekosistem Batang Toru, habitat tunggal Orangutan Tapanuli. Selain itu, bencana banjir bandang dan longsor di Sumatera Utara pada akhir November 2025 yang menewaskan lebih dari 1.000 orang mempertegas krisis lingkungan yang sedang berlangsung.

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup menghentikan sementara operasional sejumlah perusahaan di kawasan Batang Toru sejak Jumat (6/12/2025) untuk keperluan audit lingkungan.

Melalui panggung Inter.Sonix 06, Rani Jambak mengubah pengalaman personal dan duka kolektif menjadi kritik ekologis yang disuarakan di tingkat global. Karyanya mengingatkan dunia akan ancaman terhadap Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera, yang sejak 2011 masuk dalam Daftar Situs Warisan Dunia dalam Bahaya UNESCO.

“Kalau hutan tidak lagi punya suara, biarlah musik yang berbicara,” ujar Rani.(*)

Kontributor: Bachtiar Dj

Editor: Tommy dan Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular