Saturday, November 22, 2025
spot_img
HomeSains TeknologiKesehatanWagub DKI Minta Angka Depresi Disurvei Ulang, REKAN Indonesia: Jangan Menunda, Warga...

Wagub DKI Minta Angka Depresi Disurvei Ulang, REKAN Indonesia: Jangan Menunda, Warga Butuh Aksi Nyata!

Ketua umum REKAN Indonesia, Agung Nugroho (kanan) saat bersama Wagub DKI Jakarta Rano Karno dalam suatu momen beberapa waktu lalu. (foto: REKAN Indonesia for Cakrawarta)

JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, yang menyebut bahwa tingginya angka depresi di ibu kota “harus kita survei” kembali, mendapat sorotan dari Relawan Kesehatan (REKAN) Indonesia. Ketua Umum REKAN Indonesia, Agung Nugroho, mengingatkan bahwa permintaan survei ulang berpotensi menjadi alasan penundaan kebijakan di tengah meningkatnya gejala gangguan kesehatan mental di masyarakat.

Agung menegaskan, data yang dikeluarkan pemerintah pusat sudah cukup menjadi pijakan bagi Pemprov DKI untuk bergerak cepat. “Kemenkes sudah menunjukkan angka depresi Jakarta melampaui rata-rata nasional. Bahkan berbagai skrining independen menunjukkan situasi yang lebih mengkhawatirkan,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (22/11/2025) malam.  “Tahap kita bukan lagi mempertanyakan datanya, tetapi memastikan intervensi segera dilakukan.” imbuhnya.

Agung menilai pernyataan Wagub bahwa data “tidak bisa disimpulkan seluruh Jakarta” justru mengerdilkan kompleksitas persoalan. Menurutnya, depresi bukan semata isu geografis, melainkan persoalan struktural kota besar yang dipicu tekanan hidup urban, ketimpangan sosial, hingga stigma yang membuat warga ragu mencari pertolongan.

“Masalah ini tidak muncul karena satu-dua kelurahan saja. Ini gejala struktural kota metropolitan. Jika pemerintah melihatnya seolah hanya terjadi di sebagian wilayah, kita justru gagal membaca skala urgensinya,” tegas Agung.

Ia mengingatkan bahwa mendorong survei baru tanpa langkah paralel berisiko memperlambat respons pemerintah. “Kalau survei hanya menjadi ritual administratif, itu berbahaya. Yang dibutuhkan warga sekarang adalah layanan konseling yang mudah dijangkau, penguatan unit kesehatan jiwa di puskesmas, skrining rutin di sekolah dan kampus, serta kampanye anti-stigma yang serius,” kata Agung.

Menurutnya, dalam isu kesehatan mental, penundaan kebijakan kerap terjadi karena survei dijadikan alasan politis untuk menunda penambahan anggaran atau perbaikan layanan. “Kami tidak menolak survei. Tapi survei tidak boleh menjadi tameng birokrasi. Survei harus berjalan bersamaan dengan aksi nyata.”

Agung menambahkan bahwa penyediaan fasilitas publik dan ruang interaksi memang penting, namun tidak dapat menggantikan kebutuhan penanganan medis.

“Depresi adalah kondisi klinis. Ia tidak bisa diselesaikan hanya dengan ruang terbuka hijau atau fasilitas kota. Dibutuhkan tenaga profesional, dukungan psikososial, dan sistem layanan yang kuat.” katanya.

REKAN Indonesia, lanjut Agung, juga mendorong Pemprov DKI membuka data kesehatan mental secara transparan dan memperkuat alokasi anggaran kesehatan jiwa dalam APBD.

“Warga Jakarta membutuhkan pemerintah yang cepat bertindak, bukan hanya menunggu angka survei. Saat kita sibuk menghitung, banyak orang sedang berjuang sendirian,” pungkas Agung.(*)

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular