Saturday, December 6, 2025
spot_img
HomePolitikaGus Mahathir: Tayangan Trans7 Melukai Santri dan Menodai Kehormatan Pesantren!

Gus Mahathir: Tayangan Trans7 Melukai Santri dan Menodai Kehormatan Pesantren!

Gus Mahatir Muhammad dari Pondok Pesantren Al Fattah Talangsari, Jember. (foto: dokumen pribadi)

JEMBER, CAKRAWARTA.com – Menjelang peringatan Hari Santri Nasional, kritik keras datang dari kalangan pesantren terhadap stasiun televisi nasional Trans7. Tayangan salah satu programnya dinilai telah melecehkan KH Anwar Mansur, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, yang juga menjabat sebagai Rais Syuriah PWNU Jawa Timur.

Pernyataan tegas itu disampaikan Gus Mahathir Muhammad, perwakilan keluarga besar Pondok Pesantren Al Fattah Talangsari, Jember, yang menilai tayangan tersebut sebagai bentuk framing negatif dan penghinaan terbuka terhadap martabat ulama dan pesantren.

“Menjelang Hari Santri, kami justru mendapat luka dari layar kaca. Tayangan itu bukan sekadar kelalaian redaksi, tapi framing jahat yang melecehkan jutaan santri Indonesia,” ujar Gus Mahathir, Selasa (14/10/2025).

Menurut Gus Mahathir, sosok KH Anwar Mansur bukanlah figur sembarangan. Ia adalah ulama kharismatik yang dihormati lintas generasi dan lintas agama.
“Dari tangan dan lisannya lahir ribuan ulama, pendakwah, dan pemimpin yang menebar cahaya ke seluruh negeri,” tuturnya.

Karena itu, lanjutnya, menampilkan wajah kiai sepuh dengan narasi meledek sama saja dengan menghinakan simbol keilmuan dan moral bangsa.

“Dada kami sesak. Hati kami tersentak. Tayangan itu menyakiti perasaan santri di seluruh Indonesia,” katanya.

Gus Mahathir juga menyoroti ironi di balik nama besar Trans7 yang dimiliki oleh Chairul Tanjung, seorang pengusaha muslim yang pernah menerima MUI Award tahun 2015 karena dianggap berjasa dalam syiar Islam.

“Betapa getir rasanya, lembaga penyiaran yang dulu dipuji karena kontribusinya terhadap dakwah Islam, kini justru menodai nilai-nilai yang pernah ia bela,” ujarnya.

Ia menegaskan, tayangan tersebut cacat secara etika jurnalistik, karena tidak memenuhi prinsip cover both sides, tidak ada verifikasi, dan tidak menunjukkan sikap tabayyun.

“Itu bukan kritik, bukan satire. Itu penghinaan yang dikemas dalam hiburan,” tegasnya.

Meski keras bersuara, Gus Mahathir menegaskan bahwa kalangan pesantren tidak anti terhadap kritik.
“Pesantren justru tumbuh dari tradisi berpikir kritis dan dialog terbuka,” jelasnya.
Namun, ia menolak jika kritik disampaikan dengan cara yang merendahkan dan melecehkan martabat ulama.

“Kami menolak pelecehan yang dibungkus parodi. Kami menolak ulama dijadikan bahan tertawaan,” katanya.

Sebagai bentuk sikap moral, Gus Mahathir bersama keluarga besar pesantren menyampaikan enam tuntutan resmi kepada Trans7, Dewan Pers, dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

  1. Produser dan tim redaksi yang terlibat harus diberhentikan serta diberi sanksi tegas.
  2. Trans7 wajib menayangkan klarifikasi resmi dan program khusus yang memperlihatkan wajah sejati pesantren.
  3. Dewan Pers dan KPI diminta memeriksa dan memberi sanksi setimpal atas pelanggaran etik penyiaran.
  4. Jika tidak ada langkah nyata, mereka akan menyerukan boikot moral terhadap Trans7.
  5. Chairul Tanjung diminta mengevaluasi sistem editorial perusahaannya.
  6. Trans7 perlu membentuk dewan penasihat independen, membuka kanal pengaduan publik, dan mengadakan pelatihan etika penyiaran tentang pesantren dan agama.

“Kami tidak menuntut balas, kami menuntut adab. Kami tidak mencari permusuhan, kami mencari keadilan,” tegas Gus Mahathir.

Lebih jauh, Gus Mahathir menjelaskan bahwa relasi antara santri, kiai, dan pesantren tidak bisa dipahami dengan logika sekuler atau teori sosial semata.

“Hubungan itu berakar pada cinta, penghormatan, dan spiritualitas. Dimensinya transenden, melampaui rasionalitas duniawi,” jelasnya.

Ia menegaskan, pesantren adalah benteng moral bangsa.

“Ketika benteng itu dihina, kami para santri akan berdiri di garis terdepan,” pungkasnya.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Trans7 belum memberikan klarifikasi resmi atas protes dan tuntutan tersebut.
Kalangan pesantren berharap stasiun televisi itu segera menyampaikan permintaan maaf terbuka dan mengambil langkah konkret untuk memulihkan kepercayaan publik, terutama menjelang peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober 2025. (*)

Editor: Abdel Rafi 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular