Wednesday, October 8, 2025
spot_img
HomeGagasanKonsistensi Indonesia Suarakan Palestina, Dari Bung Karno Hingga Prabowo

Konsistensi Indonesia Suarakan Palestina, Dari Bung Karno Hingga Prabowo

Pidato Presiden Prabowo Subianto di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Senin (22/9/2025), mendapat sambutan meriah. Lima menit yang padat dan tegas, Prabowo menegaskan bahwa pengakuan terhadap Palestina adalah ujian moral bagi dunia sekaligus pertaruhan kredibilitas PBB. Indonesia, kata Prabowo, berdiri di sisi sejarah yang benar, mendukung solusi dua negara sebagai jalan satu-satunya menuju perdamaian.

Tepuk tangan hadirin yang memenuhi ruang sidang menunjukkan bahwa dunia masih membutuhkan suara lantang seperti ini. Suara yang tidak ragu menyebut ketidakadilan sebagai ketidakadilan, dan menyebut penjajahan sebagai bentuk penindasan yang tidak boleh dibiarkan.

Sikap yang ditunjukkan Prabowo sejatinya bukan hal baru bagi Indonesia. Sejak era Soekarno, politik luar negeri kita dibangun di atas dasar anti penjajahan dan solidaritas internasional. Bung Karno, di banyak forum dunia, tidak pernah lelah menegaskan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia tak akan lengkap selama bangsa-bangsa lain masih hidup dalam belenggu penjajahan.

Pada pidato di Konferensi Asia Afrika 1955, Soekarno mengingatkan bahwa “Selama bangsa di dunia masih ada yang terjajah, maka kita semua belum benar-benar merdeka. Kemerdekaan bukan milik satu bangsa saja, tapi milik seluruh umat manusia.” Pesan ini kini menemukan gaungnya kembali ketika Prabowo mengangkat isu Palestina di PBB.

Palestina adalah wujud paling nyata dari amanat itu. Puluhan tahun bangsa ini hidup di bawah cengkeraman kekerasan, pengusiran, dan diskriminasi. Setiap kali kita menyuarakan dukungan terhadap Palestina, sesungguhnya kita sedang menghidupkan kembali semangat politik luar negeri yang diwariskan Bung Karno.

Prabowo dalam pidatonya menegaskan bahwa tragedi di Gaza bukan sekadar statistik korban. Ribuan warga sipil tak berdosa, termasuk anak-anak, menjadi korban konflik yang tak kunjung usai. Mengutuk kekerasan terhadap mereka merupakan kewajiban moral.

Yang menarik, Prabowo juga menyampaikan tawaran yang cukup berani sekaligus realistis yakni Indonesia siap mengakui Israel bila Israel terlebih dahulu mengakui kemerdekaan Palestina. Sikap ini sebagai bentuk dorongan agar perdamaian diwujudkan secara timbal balik dan berkeadilan.

Bila menengok sejarah, ini merupakan formulasi baru dalam diplomasi Indonesia. Selama ini, kita konsisten tidak mengakui Israel karena menolak keras penjajahan terhadap Palestina. Kini, Prabowo mengajukan jalan Tengah, pengakuan akan diberikan jika syarat utama yaitu pengakuan terhadap negara Palestina dipenuhi. Dengan kata lain, Indonesia menawarkan insentif politik demi perdamaian yang nyata.

Langkah ini dapat dibaca sebagai refleksi politik Soekarno yang selalu menekankan keseimbangan antara idealisme dan realitas. Dalam pidatonya To Build the World Anew (1960), Soekarno berkata bahwa “The world must be built anew. We must shape a new world where exploitation of one nation by another shall not exist, where colonialism and imperialism are forever banished.” Kata-kata ini menegaskan bahwa diplomasi sejati adalah diplomasi yang berpihak pada keadilan.

Pidato Prabowo menunjukkan bahwa Indonesia kembali berperan penting di panggung internasional. Sejak awal, politik luar negeri Indonesia dikenal dengan prinsip bebas aktif, artinya bahwa bebas menentukan sikap sendiri tanpa ikut blok kekuatan besar, namun aktif terlibat dalam memperjuangkan perdamaian dan keadilan.

Dari era Soekarno hingga kini, garis politik itu tetap konsisten. Kita menolak dominasi, menentang kolonialisme, dan membela kemerdekaan bangsa-bangsa. Kehadiran Prabowo di PBB menegaskan bahwa Indonesia adalah pemain yang berani menyuarakan nurani kemanusiaan.

Di tengah dunia yang semakin terpolarisasi, Indonesia menawarkan diri sebagai jembatan. Kita tidak berpihak pada kebencian, melainkan pada kemerdekaan dan keadilan. Kita tidak terjebak pada retorika kosong, melainkan mendorong langkah konkret, dari solusi dua negara hingga kesiapan mengirimkan pasukan penjaga perdamaian bila diperlukan.

Prabowo telah mengingatkan dunia bahwa isu Palestina tidak boleh direduksi menjadi sekadar konflik wilayah atau rivalitas agama. Ini adalah soal martabat kemanusiaan. Hak bangsa Palestina untuk merdeka sama sahnya dengan hak bangsa manapun di dunia.

Dengan kata lain, membela Palestina berarti membela prinsip dasar hubungan internasional bahwa tidak ada bangsa yang boleh menginjak bangsa lain, dan tidak ada kekuatan yang boleh menghapus identitas suatu bangsa dari peta dunia.

Soekarno pernah mengingatkan dunia dalam pidatonya di PBB tahun 1960 yakni “Let a new world be born, a world of peace and justice, a world which will banish hunger and poverty, a world of equal rights for all races and nations.” Kutipan ini, lebih dari enam dekade lalu, seakan ditujukan langsung kepada situasi Palestina hari ini.

Sejarah akan mencatat bahwa di New York, September 2025, Indonesia sekali lagi berdiri tegak di sisi sejarah yang benar. Kita tidak diam saat ketidakadilan terjadi. Kita tidak ragu menyebut bahwa kredibilitas PBB dipertaruhkan jika Palestina terus dibiarkan tanpa pengakuan.

Pidato Prabowo hanyalah lima menit, tapi gema moralnya jauh lebih panjang. Ia mengingatkan dunia bahwa politik tentang keberanian mengambil sikap.

Dari Soekarno ke Prabowo, ada garis merah yang menyambungkan yakni keberanian untuk membela yang lemah, melawan penindasan, dan mengibarkan panji kemerdekaan. Palestina adalah bagian dari itu.

Indonesia telah memilih untuk menjadi bagian dari mereka yang menulisnya. Dan dalam catatan sejarah itu, posisi Indonesia jelas, di sisi keadilan, di sisi kemerdekaan, di sisi Palestina.

SULTONI FIKRI

Dosen Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular