
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Isu kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah SPBU swasta kembali mencuat dalam beberapa hari terakhir. Antrean panjang dan keresahan publik mulai terlihat. Namun, pegiat perlindungan konsumen Tulus Abadi menegaskan fenomena ini bukanlah krisis distribusi, melainkan sarat kepentingan bisnis.
“Kasus ini terkesan berulang dan seolah sengaja didramatisasi. Ada sinyal kuat bahwa kelangkaan di SPBU swasta merupakan bagian dari perang dagang untuk merebut pasar,” kata Tulus, Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Jumat (19/9/2025).
Menurut Tulus, masalah sebenarnya justru ada di internal korporasi SPBU swasta. Kuota impor yang mereka kantongi, bahkan hingga 110%, sudah habis terpakai. Kondisi ini diperparah oleh lonjakan permintaan setelah sebagian konsumen Pertamina bermigrasi ke SPBU swasta, dipicu isu BBM oplosan yang sejatinya keliru.
“Begitu permintaan melonjak, mereka lalu mendesak tambahan kuota impor. Padahal logika kebijakan Menteri ESDM sudah tepat: kalau butuh tambahan impor, lakukan lewat Pertamina,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa menambah kuota impor BBM berpotensi menggerus devisa negara. Saat ini, Indonesia sudah menanggung impor hampir 1 juta barel minyak mentah per hari.
Karena itu, Tulus mendesak pemerintah untuk tidak memberi tambahan kuota impor, baik kepada Pertamina maupun SPBU swasta. Menurutnya, konsumen justru menjadi pihak yang paling dirugikan jika drama ini terus dimainkan.
“Kalau memang konsisten melindungi konsumen dan kepentingan publik, SPBU swasta harus segera menstabilkan pasokannya. Jangan malah mendramatisasi kelangkaan dan membenturkan pemerintah dengan masyarakat,” ujarnya. (*)
Editor: Abdel Rafi