
PONOROGO, CAKRAWARTA.com – Di usia senjanya yang ke-88, Mbah Semi tak pernah bermimpi bisa tinggal di rumah yang benar-benar layak. Selama puluhan tahun, perempuan renta asal Desa Mrican, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo itu hidup seorang diri di rumah bambu yang lapuk, dinding rapuh, dan atap bocor. Setiap malam ia hanya bisa berdoa agar rumahnya tidak roboh diterpa angin.
Kini, doa itu terjawab. Senyum merekah di wajah Mbah Semi ketika rumah tuanya berdiri kokoh setelah direnovasi melalui program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu), hasil sinergi Kodam V/Brawijaya dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Alhamdulillah, saya bisa tidur nyenyak sekarang. Tidak takut lagi kalau hujan deras atau angin kencang,” ucap Mbah Semi dengan mata berkaca-kaca.
Kebahagiaan Mbah Semi juga dirasakan ratusan keluarga lain di wilayah Korem 081/DSJ. Total ada 636 rumah warga kurang mampu yang direnovasi secara serentak di empat kabupaten: Ponorogo, Pacitan, Nganjuk (masing-masing 158 unit), dan Magetan (162 unit).
Kasiter Korem 081/DSJ, Letkol Inf Subagya, menegaskan bahwa program ini merupakan bukti nyata komitmen TNI bersama pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Rutilahu bukan sekadar membangun rumah, tetapi membangun harapan. Kami ingin warga yang sebelumnya tinggal di rumah reyot kini bisa hidup lebih layak, sehat, dan aman,” ujarnya.
Renovasi rumah-rumah tersebut tidak hanya dikerjakan oleh prajurit TNI, tetapi juga melibatkan warga sekitar. Gotong royong menjadi napas program ini, bukan hanya mempercepat pengerjaan, tapi juga mempererat kebersamaan di tengah masyarakat.
“Semangat itulah yang ingin terus kami jaga: TNI dan rakyat bersatu, saling membantu,” tambah Subagya.
Program Rutilahu ini juga sejalan dengan berbagai kegiatan lain yang rutin dilaksanakan TNI, seperti TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD), yang kerap membuka akses jalan baru, memperbaiki fasilitas umum, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa.
Bagi Mbah Semi, rumah baru itu bukan sekadar tempat tinggal. Ia menyebutnya sebagai “anugerah” di usia senja. Dan bagi ratusan keluarga penerima lain, rumah yang layak kini menjadi simbol harapan baru: bahwa hidup lebih baik selalu mungkin, asalkan ada kepedulian dan kebersamaan. (*)
Kontributor: Arwang
Editor: Abdel Rafi