Friday, December 12, 2025
spot_img
HomeGagasanMenembus Batas Industri Fashion Kreatif Indonesia di Era Digital

Menembus Batas Industri Fashion Kreatif Indonesia di Era Digital

Berbicara tentang fashion Indonesia sulit dilepaskan dari kekayaan budaya yang melimpah. Batik, tenun, songket, dan berbagai kain tradisional bukan sekadar produk tekstil, melainkan simbol identitas bangsa yang diakui dunia. Batik bahkan ditetapkan UNESCO sebagai Intangible Cultural Heritage of Humanity pada 2009. Namun, kekuatan fashion Indonesia tidak berhenti pada warisan budaya. Potensi terbesar justru terletak pada kemampuan generasi baru yang inovatif, menghadirkan sesuatu yang segar tanpa kehilangan akar tradisi.

Era digital membuka peluang tak terbatas. Kini desainer lokal tidak lagi bergantung pada butik fisik atau ajang mode konvensional. Platform e-commerce dan media sosial memungkinkan karya mereka menembus pasar global tanpa sekat ruang dan waktu. Menurut Pratiwi & Setiawan (2023), media sosial menjadi medium strategis bagi brand atau jenama fashion Indonesia dalam membangun citra dan menjangkau konsumen global, karena keterhubungan digital menciptakan efek brand awareness yang lebih cepat dan luas. Fenomena ini membuktikan transformasi digital telah menjadi katalis penting bagi industri fashion nasional.

Lebih jauh, perkembangan fashion digital dan metaverse menghadirkan dimensi baru. Produk fashion kini tak hanya dipakai secara fisik, tetapi juga dapat “dikenakan” di dunia virtual. Sejumlah desainer internasional sudah menjual koleksi digital mereka melalui platform NFT dan gim daring. Indonesia tidak boleh tertinggal dalam tren ini. Menurut Li et al. (2023), fashion digital berpotensi mengurangi dampak lingkungan industri mode karena meminimalkan produksi fisik untuk sampel maupun koleksi tertentu. Artinya, fashion digital bukan sekadar arena eksperimental, tetapi juga solusi atas masalah klasik industri fashion: limbah dan polusi.

Keberlanjutan memang menjadi kata kunci masa depan fashion. Selama puluhan tahun, industri mode dikenal sebagai salah satu penyumbang utama emisi karbon dan limbah tekstil global. Tren fast fashion yang menuntut produksi cepat dengan harga murah telah meninggalkan jejak ekologis serius. Namun, kesadaran konsumen perlahan bergeser. Generasi muda, terutama Gen Z, semakin kritis terhadap isu lingkungan. Mereka cenderung memilih produk ramah lingkungan, transparan dalam rantai pasok, dan memiliki nilai sosial.

Di Indonesia, sejumlah merek lokal mulai bergerak ke arah sustainable fashion. Misalnya dengan penggunaan bahan daur ulang, pewarna alami, hingga mendukung konsep slow fashion yang menekankan kualitas serta umur panjang produk. Penelitian Nuryanti & Rahman (2024) menunjukkan konsumen muda Indonesia semakin bersedia membayar lebih untuk produk fashion berkelanjutan, asalkan narasi yang dibangun otentik dan sesuai dengan nilai mereka. Fakta ini memberi sinyal kuat bahwa masa depan fashion Indonesia akan ditentukan oleh kemampuan beradaptasi terhadap tren keberlanjutan.

Teknologi juga semakin lekat dengan agenda keberlanjutan. Akal imitasi (AI) dapat menganalisis tren pasar dan preferensi konsumen, sehingga desainer mampu memproduksi koleksi lebih tepat sasaran sekaligus mengurangi risiko penumpukan stok. 3D printing memungkinkan pembuatan aksesori dan prototipe dengan material lebih efisien. Realitas virtual (VR) bahkan dapat dimanfaatkan untuk menggelar virtual fashion show tanpa jejak karbon besar. Menurut Ozdamar-Ertekin (2023), integrasi teknologi digital dalam fashion bukan sekadar gaya hidup futuristik, melainkan strategi penting untuk mewujudkan efisiensi rantai pasok sekaligus mengurangi dampak lingkungan.

Namun, tantangan juga tidak sedikit. Kompetisi global menjadi salah satu yang terbesar. Produk fashion internasional masuk dengan mudah ke pasar domestik berkat modal besar, teknologi mutakhir, dan jaringan distribusi kuat. Sementara itu, banyak pelaku industri fashion lokal masih bergulat dengan keterbatasan teknologi, akses permodalan, hingga kapasitas sumber daya manusia. Di sejumlah daerah, desainer dan pengrajin masih kesulitan memperoleh pelatihan digital maupun infrastruktur produksi yang memadai.

Paradoks ini perlu segera dijawab. Di satu sisi, kita memiliki kekayaan budaya yang dapat menjadi diferensiasi di pasar global. Di sisi lain, tanpa inovasi dan dukungan ekosistem memadai, potensi itu berisiko berhenti sebatas narasi. Negara harus hadir bukan hanya sebagai regulator, tetapi juga fasilitator. Dukungan pembiayaan, pelatihan digital, dan infrastruktur produksi merupakan kebutuhan mendesak. Akademisi dapat berperan dalam riset serta pengembangan desain, teknologi, dan strategi pasar. Sementara pelaku bisnis perlu membuka ruang kolaborasi dengan desainer muda agar produk lokal mampu menembus pasar internasional.

Kebijakan Pemerintah: Sorotan dan Tuntutan Perubahan

Pemerintah Indonesia memang telah mengambil beberapa langkah mendukung industri kreatif, termasuk sektor fashion. Program PMK3I, misalnya, berupaya memberi pendampingan kepada pelaku industri kreatif di daerah. Namun, meski ada inisiatif tersebut, masih banyak pihak menilai kebijakan yang ada belum maksimal, terutama terkait akses teknologi dan pemasaran global.

Salah satu masalah utama ialah minimnya insentif fiskal untuk inovasi. Walaupun pemerintah menyediakan program pendampingan, banyak pelaku industri fashion kecil dan menengah kesulitan mengakses teknologi terbaru yang dapat meningkatkan kualitas serta daya saing produk. Akses ke infrastruktur digital pun masih terbatas di banyak daerah, sehingga desainer sulit mengembangkan bisnis secara optimal.

Selain itu, meski ada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di sektor kreatif, pelatihan teknologi fashion seperti fashion tech, 3D printing, dan digital design tools belum merata dan mudah dijangkau. Kondisi ini menjadi tantangan bagi desainer muda yang ingin berkembang tetapi terhambat keterbatasan keterampilan teknologi.

Untuk menjawab tantangan tersebut, beberapa solusi dapat ditempuh. Pertama, pemerintah perlu memperkuat kolaborasi lintas sektor yakni pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat. Program seperti PMK3I harus diperluas dengan fokus lebih besar pada akses teknologi dan pendanaan bagi UKM fashion di seluruh Indonesia. Pemerintah juga dapat memberikan subsidi atau insentif bagi pelaku usaha kecil dan menengah yang ingin mengadopsi teknologi canggih.

Pendidikan dan pelatihan menjadi krusial. Pemerintah bersama institusi pendidikan dan pelaku industri perlu memperbanyak pelatihan teknologi untuk desainer lokal. Dengan pengetahuan memadai, para pelaku fashion Indonesia tidak hanya mampu berkompetisi, tetapi juga berinovasi menggunakan teknologi terkini, seperti 3D printing, fashion AI, dan desain virtual. Hal ini akan melahirkan produk unik dengan daya saing tinggi di pasar global.

Keberlanjutan pun harus menjadi bagian integral kebijakan pemerintah. Fasilitasi penelitian dan pengembangan bahan ramah lingkungan serta insentif bagi perusahaan yang memanfaatkan material daur ulang dan meminimalkan limbah produksi akan menjadi langkah konkret menuju industri fashion yang lebih berkelanjutan.

Pada akhirnya, masa depan fashion Indonesia ditentukan oleh dua pilar yaitu teknologi dan keberlanjutan. Keduanya bukan sekadar pilihan, melainkan keniscayaan. Teknologi menghadirkan efisiensi, sementara keberlanjutan menjamin kelangsungan. Menggabungkan keduanya akan membuat fashion Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga bersaing di panggung global. Seperti ditegaskan Nuryanti & Rahman (2024), “keberlanjutan bukan lagi pilihan moral dalam industri mode, melainkan strategi bisnis yang menentukan relevansi sebuah brand.” Batik, tenun, dan kain tradisional telah memberi fondasi kokoh. Kini, tantangannya adalah bagaimana menjahit warisan itu dengan benang teknologi dan keberlanjutan, sehingga melahirkan wajah baru fashion Indonesia yang tidak hanya indah dipandang, tetapi juga bermakna bagi masa depan. Semoga.

ADIMAS BAGUS INDRAYANA

Mahasiswa Program Magister PSDM Peminatan Industri Kreatif Sekolah Pascasarjana Unair

DINA SEPTIANI

Staf pengajar Departemen Komunikasi dan Program Magister PSDM Peminatan Industri Kreatif Sekolah Pascasarjana Unair

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular