Sunday, December 21, 2025
spot_img
HomeSosial Budaya"Suara yang Pulang": Bunyi Leluhur Nias yang Kembali ke Rumah

“Suara yang Pulang”: Bunyi Leluhur Nias yang Kembali ke Rumah

Momen pameran Maniamölö Fest 2025 di Nias Selatan, Minggu (15/6/2025) hingga Minggu (22/6/2025). (foto: Bachtiar Dj)

NIAS SELATAN, CAKRAWARTA.com – Di jantung Desa Hilisimaetano yang rimbun dan hangat, sejarah tak lagi hanya hidup di buku. Ia kini bernafas dalam bunyi dan gambar. Dalam gemuruh budaya Maniamölö Fest 2025, hadir sebuah pameran eksibisi multimedia yang menggugah: Suara yang Pulang”, proyek repatriasi arsip etnomusikologi karya Jaap Kunst yang kembali menyapa tanah leluhurnya setelah hampir satu abad terpisah.

Pameran ini bukan sekadar peristiwa seni. Ia adalah ritus kepulangan, upaya menyatukan memori yang tercerai antara masa lalu dan masa kini. Diputar di tengah riuh festival budaya, rekaman-rekaman langka dari tahun 1930, suara nyanyian, ritus adat, potret masyarakat, kini menggema kembali di tempat pertama mereka lahir: Nias Selatan.

Sosok kunci di balik proyek monumental ini adalah Doni Kristian Dachi, peneliti muda asal Nias yang sejak kecil dibesarkan dalam dongeng-dongeng ayahnya tentang para leluhur. Rasa haus akan jejak asal-usulnya membawanya pada penelusuran panjang selama lebih dari satu dekade.

“Saya merasa seperti mencari harta karun tanpa peta,” ujar Doni mengenang pencariannya terhadap rekaman Jaap Kunst yang sempat hanya ia kenal lewat buku, Minggu (22/6/2025). Hingga suatu ketika, Oktober 2024, sebuah unggahan Facebook tentang repatriasi arsip di NTT menyulut secercah harapan. Ia pun nekat menghubungi Barbara Titus, etnomusikolog asal Belanda, melalui email.

Respons Barbara begitu hangat dan terbuka. Percakapan mereka berubah menjadi kolaborasi lintas benua. Doni terbang ke Amsterdam, menatap langsung rekaman suara leluhurnya yang tersimpan rapi di lembaga arsip Belanda. “Saya merinding waktu pertama kali mendengar kembali suara dari desa kami yang terekam 94 tahun lalu,” ucapnya haru.

Momen pameran Maniamölö Fest 2025 di Nias Selatan, Minggu (15/6/2025) hingga Minggu (22/6/2025). (foto: Bachtiar Dj)

Barbara bahkan mendukung penuh upaya restorasi rekaman dengan teknologi kecerdasan buatan, menyaring noise tanpa menghapus karakter orisinal suara. “Suara-suara ini harus kembali hidup, kembali dimiliki oleh komunitas asalnya,” ujar Barbara dalam salah satu pertemuan mereka.

Pameran multimedia ini menyuguhkan lebih dari sekadar arsip suara. Ia hadir sebagai pengalaman imersif: potret bisu masyarakat Nias tempo dulu, upacara adat yang terekam kamera tahun 1930, dan alunan nyanyian leluhur yang menggema melalui speaker di tengah-tengah halaman desa.

Lokasi pameran di Desa Hilisimaetano bukan kebetulan. Di sinilah Jaap Kunst merekam 21 dari 53 materi suara yang ia kumpulkan di Nias. Kini, rekaman itu pulang, bukan ke museum, tetapi ke rumahnya sendiri, ke tanah, udara, dan telinga yang pertama kali menyambutnya.

Yang mengharukan, anak-anak muda lokal tampil sebagai pemandu pameran. Mahasiswa Universitas Nias Raya dan pemuda desa menjelaskan konteks tiap suara dan gambar kepada para pengunjung. Mereka bukan hanya generasi penerus, tapi penjaga baru warisan ini.

“Kami tidak ingin suara-suara ini tinggal di rak museum asing. Kami ingin mereka bernyawa lagi di antara kami,” ujar Doni, matanya berkaca-kaca. “Setiap bunyi adalah bagian dari cerita, dan cerita ini milik kami.”

Pameran “Suara yang Pulang” menjadi sorotan utama Maniamölö Fest 2025, festival budaya yang diinisiasi oleh masyarakat Hilisimaetano bersama Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga Nias Selatan. Festival ini masuk dalam daftar 110 Karisma Event Nusantara 2025 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.

Momen pameran Maniamölö Fest 2025 di Nias Selatan, Minggu (15/6/2025) hingga  Minggu (22/6/2025). (foto: Bachtiar Dj)

Selain pameran, festival ini juga menyuguhkan ritual Famadaya Harimao, upacara sakral yang hanya digelar 14 tahun sekali, pertunjukan Fahombo Batu yang legendaris, lomba Hoho, tari dan musik kreasi, hingga stan kuliner dan UMKM lokal. Maniamölö Fest menjadi bukti bahwa Nias bukan sekadar destinasi eksotis, tetapi gudang memori dan spiritualitas yang hidup.

“Suara yang Pulang” bukan hanya tentang arsip. Ini adalah tentang pemulihan identitas, kebanggaan, dan koneksi antar generasi. Sebuah suara dari masa lalu yang kembali bukan untuk didengar, tapi untuk dirayakan.

Warisan budaya bukan benda mati. Ia adalah nyawa yang hanya bisa hidup jika kita mau mendengarkan.” (Doni Kristian Dachi)

Kontributor: Bachtiar Dj

Editor: Abdel Rafi 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular