
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Lima puluh tahun bukan waktu yang sebentar. Di usia setengah abad ini, Rumah Sakit Islam Surabaya (RSIS) Ahmad Yani telah membuktikan bahwa sebuah ikhtiar tulus, kalau dijalani dengan sabar dan cinta, bisa menjadi mercusuar kebaikan untuk banyak orang.
Itu sebabnya, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar tak ragu menyebut RSIS A Yani sebagai calon “role model” rumah sakit di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Bukan hanya karena usia, tapi karena ruh pengabdiannya yang tetap terjaga.
“Di tangan dingin Pak Nuh, RSIS Ahmad Yani bukan cuma bertahan, tapi berkembang. Lima puluh tahun ini adalah bukti nyata bahwa khidmat kepada umat tak akan pernah sia-sia,” ujar Kiai Miftach penuh rasa haru saat perayaan Harlah Emas RSIS Ahmad Yani, hari ini, Minggu (27/4/2025).
Kesehatan, lanjut Kiai Miftach, bukan sekadar soal fisik. Ia adalah bagian dari misi Islam: menjaga jiwa, memperkuat akhlak, dan menegakkan martabat manusia. “Maka ketika RSIS A Yani berkhidmat, sesungguhnya mereka sedang melanjutkan risalah Rasulullah: menyempurnakan akhlak,” katanya.
Dengan penuh kehangatan, beliau juga mengingatkan bahwa merawat kesehatan adalah bagian dari dakwah. “Mencegah kerusakan lebih utama daripada mencari keuntungan. Inilah mengapa RSIS Ahmad Yani, insya Allah, akan terus hidup hingga seratus tahun, bahkan lebih,” tuturnya, seolah menitipkan doa kepada langit.
Sementara itu, di hadapan para tamu yang hadir — mulai dari pendiri, mantan direksi, hingga para pimpinan NU — Ketua Umum Yarsis Prof Ir H Mohammad Nuh DEA menambahkan, perjalanan RSIS A Yani adalah tentang bertahan, bertumbuh, dan berinovasi.
“Alhamdulillah, RSIS A Yani tidak hanya bertahan. Ia juga melahirkan RSI Jemursari, RSI Ki Ageng Pinatih Gresik, bahkan Unusa dengan fakultas kesehatannya. Semua berawal dari tekad untuk terus menyempurnakan khidmat,” ungkap Prof Nuh, yang pernah menjabat Mendikbud, Menkominfo, hingga Rektor ITS.
Kini, seiring berjalannya zaman, RSIS Ahmad Yani juga siap beradaptasi. Tak hanya memperkuat teknologi — dari AI hingga layanan digital — tapi juga membangun sumber daya manusia yang lebih empatik dan berjiwa melayani.
Di tengah acara yang penuh rasa syukur itu, RSIS A Yani juga meluncurkan buku monumental berjudul “50 Tahun RSI Surabaya A.Yani — Menyempurnakan Khidmat untuk Umat” serta “Katalog Layanan Kesehatan 2025“. Dua karya yang merekam perjalanan panjang dari rumah sakit yang lahir dari tekad sederhana: berkhidmat untuk umat.
“Buku ini bukan sekadar dokumen, tapi juga cermin perjalanan spiritual RSIS. Tentang bagaimana sebuah rumah sakit bisa menjadi jembatan cinta antara ilmu, pelayanan, dan kemanusiaan,” kata Sukemi, Kepala Humas Unusa sekaligus ketua tim penulis.
Puncak haru terjadi saat “Lifetime Achievement Award” diberikan kepada para pendiri dan mantan direktur utama RSIS A Yani — para pejuang yang di masa mudanya memilih jalan sunyi: melayani umat lewat dunia kesehatan.
Hari itu, di bawah langit Surabaya yang cerah, RSIS Ahmad Yani mengajarkan satu hal: bahwa dalam dunia yang sering riuh dengan ambisi, pengabdian yang tenang dan setia justru punya kekuatan untuk mengubah dunia.
(edy/rafel)



