
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Isu gaji fantastis anggota dewan kembali memicu gelombang kritik publik. Demonstrasi pada 25 Agustus 2025 bahkan menyerukan pembubaran DPR, setelah mencuat perkiraan gaji dan tunjangan DPRD DKI Jakarta yang bisa tembus Rp130-139 juta per bulan.
Pengamat kebijakan publik, Sugiyanto (SGY) menilai polemik ini tidak akan pernah selesai jika gaji besar dewan terus ditutup-tutupi dengan berbagai embel-embel dana reses, kunjungan kerja, hingga fasilitas seremonial lain. Ia menegaskan, jalan keluar terbaik adalah melegalkan gaji jumbo dewan secara transparan melalui undang-undang.
“Tidak ada masalah jika gaji anggota dewan besar. Tapi harus jelas, resmi, transparan, dan sebanding dengan kerja nyata. Kalau tetap korupsi dengan gaji segede itu, hukumannya harus seberat-beratnya, bahkan hukuman mati layak dipertimbangkan,” tegas SGY, Kamis (28/8/2025).
SGY menilai, gaji besar sah-sah saja asalkan diikuti kinerja maksimal dalam tiga fungsi utama dewan sesuai konstitusi: legislasi, anggaran, dan pengawasan. Sayangnya, fungsi itu sering terpinggirkan oleh aktivitas seremonial dan agenda kunjungan kerja yang justru menggerus kepercayaan publik.

Ia mengingatkan, DPR, DPD, MPR, dan DPRD adalah representasi rakyat. Karena itu, integritas adalah harga mati. Jika terbukti korupsi atau tidak menjalankan fungsi konstitusional, anggota dewan wajib diberhentikan dan diganti dengan yang lebih kompeten.
SGY juga menyoroti peran besar partai politik. Menurutnya, DPR hanya tunduk pada Ketua Umum partai. Karena itu, bersih atau tidaknya partai politik akan menentukan masa depan bangsa.
“Kalau semua parpol dan ketumnya bersih, rakyat akan sejahtera. Kalau partai rusak, dewan pun rusak. Dan yang rugi tetap rakyat,” ujarnya.
Gelombang kritik atas gaji jumbo dewan diprediksi akan terus berlanjut. Publik menanti, apakah reformasi dewan benar-benar diwujudkan dengan transparansi, kinerja nyata, dan hukuman tegas bagi koruptor, atau justru hanya berhenti di wacana. (*)
Editor: Abdel Rafi



