SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Pidato Prabowo Subianto dalam pertemuannya dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Istana Negara beberapa waktu lalu, memantik kritik tajam dari akademisi. Dosen Hubungan Internasional Universitas Airlangga, Probo Darono Yakti, menyebut pernyataan Prabowo sebagai langkah komunikasi politik yang keliru, tidak sensitif, dan mengabaikan etika dasar nilai-nilai kemanusiaan universal.
Dalam pertemuan tersebut, Prabowo menyatakan bahwa perjuangan Indonesia terhadap Palestina memang belum selesai, namun juga menyinggung kemungkinan pengakuan terhadap Israel.
“Ini seperti praktik ijon, di mana kita membeli sesuatu padahal belum tahu hasilnya. Pernyataan seperti ini terlalu dini dan membingungkan arah keberpihakan kita,” ujar Probo dalam keterangannya pada media ini, Senin (2/6/2025) pagi.
Menurut Probo, pernyataan itu merupakan kekeliruan logis (logical fallacy) dan mencerminkan ketidaksiapan diplomatik. Apalagi, pernyataan tersebut dilontarkan di tengah meningkatnya kecaman dunia terhadap manuver-manuver agresif Israel, termasuk serangan yang diduga menargetkan pesawat sipil pengangkut calon jamaah haji di Yaman.
“Ini bukan sekadar isu politik luar negeri biasa, ini menyangkut luka kolektif dunia Islam, menyangkut tragedi kemanusiaan. Ada kepekaan moral dan empati yang seharusnya menjadi napas utama diplomasi Indonesia,” jelas Probo.
Ia menegaskan bahwa sebagai negara dengan sejarah panjang dalam perjuangan kemerdekaan dan pembelaan terhadap bangsa-bangsa terjajah, Indonesia semestinya tidak tergelincir dalam pendekatan yang transaksional dan pragmatis semata.
“UUD 1945 sudah sangat jelas menyebut: kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Maka, segala bentuk penjajahan di muka bumi ini harus dihapuskan. Ini bukan hanya prinsip konstitusi, ini adalah fondasi moral berdirinya Indonesia sebagai negara bangsa,” tegasnya.
Probo mengingatkan bahwa komunikasi politik pada isu-isu sensitif seperti Palestina tidak bisa ditangani sembarangan. Ia berharap pemerintahan Prabowo Subianto ke depan dapat lebih bijak dan sensitif dalam mengelola narasi kebijakan luar negeri.
“Kita tidak sedang bicara soal keuntungan diplomatik jangka pendek, tapi tentang wajah Indonesia di mata dunia. Tentang konsistensi kita dalam membela nilai-nilai kemanusiaan,” kata Probo.
Ia menutup dengan seruan agar pemerintah ke depan tidak terjebak pada kalkulasi politik yang dangkal dan kehilangan arah moral dalam percaturan internasional.
“Palestina bukan hanya soal luar negeri, ini soal nurani kebangsaan kita,” pungkas Probo.(*)
Editor: Tommy dan Rafel