
SURABAYA – Dalam sebuah era globalisasi seperti sekarang, pengaruh pemikiran Barat telah merambah ke berbagai aspek kehidupan di seluruh dunia. Konsep ini dikenal sebagai Westernisasi, sebuah fenomena yang memiliki dampak signifikan pada masyarakat, khususnya kalangan muslim.
Menyikapi fenomena tersebut, Divisi Kastrat Unit Kegiatan Mahasiswa Kerohanian Islam Universitas Airlangga (UKMKI Unair) mengadakan kajian mengenal westernisasi yang lebih komprehensif serta apa saja prinsip-prinsip westernisasi yang inkompatibel dengan nilai-nilai Islam. Bersama Akhmad Rofii Damyati, Ph.D, ilmuan lulusan Suleyman Demirel University di Turki yang juga merupakan Rektor STAI Al-Mujtama Pamekasan.
Program yang bernama Kantin Nalar (KANAL) ini diselenggarakan secara hybrid, untuk yang luring bertempat Masjid Nuruzzaman Kampus B Universitas Airlangga serta daring via aplikasi zoom meeting Sabtu (30/9/2023).
Dalam kesempatan ini, Damyati memberikan contoh kecil dari dampak westernisasi yang berupa pemikiran dikotomis, mempertentangkan sesuatu yang tidak perlu dipertentangkan.
“Di Indonesia sendiri, terdapat oknum-oknum yang menanyakan, mana yang lebih berjasa antara Ir. Soekarno dengan Nabi Muhammad?”, tanyanya. Menurutnya, hal tersebut merupakan perilaku dikotomis yang bertujuan untuk mengubah pola pikir umat muslim.
“Tidak perlu dijawab, karena bukan jawaban kalian yang salah akan tetapi pertanyaannya yang salah”, lanjutnya.
Lebih jauh, Damyati menjelaskan lebih mendalam apa itu westernisasi atau Barat yang dimaksud,
“Kita sebagai Umat Muslim yang lebih tepatnya saat ini tinggal di Indonesia, kita tidak membenci orang barat secara geografis, akan tetapi kita mengkritisi konsep, pemikiran yang dibawa Barat”, jelasnya.
Pada akhir forum, Damyati menegaskan bahwa kita sebagai Umat Muslim memiliki nilai-nilai dasar Islam sendiri.
“Harapannya kita sebagai Umat Muslim dapat lebih tegas dan kritis dalam menghadapi era modern saat ini supaya tidak mudah terbawa arus,” pungkasnya.
(melda/rafel)