
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Universitas Airlangga (UNAIR) kembali menegaskan perannya sebagai perguruan tinggi yang aktif mendukung agenda pembangunan nasional. Komitmen tersebut mendapat pengakuan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), yang menganugerahkan penghargaan kepada UNAIR atas kontribusi nyata dalam pengendalian stunting di Indonesia, pada Selasa (11/11/2025) lalu.
Kaprodi S3 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Sri Sumarmi, yang mewakili UNAIR menerima penghargaan, menyebutkan bahwa apresiasi itu menjadi bukti bahwa kerja-kerja akademik UNAIR telah memberi dampak langsung bagi masyarakat.
“Penghargaan ini menegaskan bahwa UNAIR tidak hanya hadir dalam penelitian, tetapi juga dalam aksi. Tridharma perguruan tinggi kami jalankan sepenuhnya untuk memperkuat penanganan stunting sekaligus mendukung capaian Sustainable Development Goals (SDGs),” ujarnya.
Ia mencontohkan program Desa Emas sebagai salah satu model implementasi SDGs yang dijalankan UNAIR, meliputi SDGs 1 (Tanpa Kemiskinan), SDGs 2 (Tanpa Kelaparan), SDGs 3 (Kehidupan Sehat), hingga SDGs 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan).
Menurut Sumarmi, UNAIR memainkan peran strategis dalam upaya penurunan stunting melalui kolaborasi riset, aksi lapangan, dan pendampingan kebijakan. Mahasiswa dan dosen UNAIR secara rutin diterjunkan dalam kegiatan KKN, PKL, magang, serta berbagai proyek akademik yang langsung bersentuhan dengan isu gizi dan kesehatan masyarakat.
UNAIR juga aktif membangun kerja sama dengan BKKBN, pemerintah daerah, NGO, hingga sektor industri untuk memperkuat riset dan implementasi lapangan. “Hasil riset tidak berhenti di jurnal. Kami rutin melakukan pengabdian masyarakat dan pendampingan di berbagai daerah, termasuk meningkatkan kapasitas instansi pemerintah agar program pengendalian stunting berjalan efektif,” tutur Sumarmi.
Selama beberapa tahun terakhir, kontribusi UNAIR tercatat signifikan. Melalui intervensi di 20 kabupaten/kota di Jawa Timur, UNAIR turut mendorong penurunan prevalensi stunting dari 17,7% menjadi 14,7%. Capaian tersebut menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi dengan prevalensi stunting terendah kedua secara nasional.
Sumarmi menegaskan, pencapaian tersebut menjadi gambaran bahwa perguruan tinggi dapat berperan lebih dari sekadar “menara gading”. “Kami ingin menunjukkan bahwa ilmu yang dihasilkan kampus harus kembali ke masyarakat. Ke depan, UNAIR akan memperluas pendampingan ke luar Jawa Timur, aktif dalam Konsorsium Perguruan Tinggi Peduli Stunting nasional, dan memasukkan isu stunting lebih kuat dalam kurikulum,” jelasnya mengakhiri keterangan.(*)
Kontributor: PKIP
Editor: Abdel Rafi



