
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) menegaskan bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 bukanlah pemindahan kekuasaan dari Jepang ke Republik Indonesia, melainkan hasil konsensus dan pemindahan kekuasaan dari kerajaan-kerajaan serta kesultanan Nusantara ke NKRI.
Pernyataan ini disampaikan Ketua Umum PDKN, Dr. Rahman Sabon Nama, merespons tulisan Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein yang menafsirkan isi teks Proklamasi sebagai penyerahan kekuasaan dari Jepang.
“Jepang menyerah pada 14 Agustus 1945. Mereka tidak lagi memiliki pemerintahan di Nusantara. Jadi, pemindahan kekuasaan yang disebut dalam Proklamasi adalah dari kerajaan-kerajaan Nusantara ke Republik Indonesia,” tegas Rahman, Jumat (3/10/2025).
Rahman mencontohkan, pasca Proklamasi, Sultan Syarif Kasim II dari Siak Sri Indrapura segera menyatakan bergabung ke NKRI dan melakukan diplomasi untuk mengajak kerajaan-kerajaan lain di Sumatra Timur dan Tengah mengikuti jejaknya. Langkah serupa juga dilakukan Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang aktif membujuk kesultanan lain agar melebur ke dalam Republik.

Presiden Soekarno bahkan turun langsung membujuk Kesultanan Buton. Namun, Sultan Buton kala itu, Laode Muhammad Falihi, memberi dua syarat yaitu pemugaran makam panglima perang Kerajaan Buton, Adipati Kapitan Lingga Ratuloly, yang kemudian dipenuhi pada 1958, serta pemberian status Daerah Istimewa untuk Kesultanan Buton, yang hingga kini belum pernah ditunaikan pemerintah.
Menurut Rahman, fakta sejarah ini membuktikan bahwa Proklamasi bukanlah hadiah Jepang, melainkan lahir dari perjuangan para pemimpin bangsa dan konsensus raja-raja Nusantara.
“PPKI yang mengesahkan UUD 1945 berisi 21 tokoh asli Indonesia tanpa campur tangan Jepang. Aspirasi raja dan sultan Nusantara sudah termaktub dalam konstitusi,” tegasnya.
PDKN saat ini tengah menyiapkan buku “Reset UUD 1945” untuk meluruskan tafsir sejarah, yang akan disebarkan ke kampus, DPR/MPR, pemerintah, hingga dunia internasional melalui kedutaan besar.
“Sejarah tidak boleh kabur. Proklamasi adalah kesepakatan Nusantara, bukan penyerahan kekuasaan Jepang,” pungkas Rahman. (*)
Editor: Abdel Rafi