
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) mendesak pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengusut dugaan adanya utang tersembunyi (hidden debt) yang disebut diwariskan dari era Presiden Joko Widodo. Utang tersebut diklaim tidak tercatat resmi dalam neraca negara dan berpotensi membebani fiskal pemerintahan saat ini.
Ketua Umum PDKN Rahman Sabon Nama menyebut, nilai utang itu bisa mencapai Rp 50.000 triliun, empat kali lipat dari total utang resmi negara. Ia menuding pembiayaan tersebut muncul melalui proyek infrastruktur dengan skema BUMN yang dinilai tidak transparan.
“Utang ini tidak boleh menjadi beban rakyat melalui pajak berlipat. Jika terbukti, negara harus merampas kekayaan mantan Presiden Jokowi, mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Luhut Binsar Pandjaitan, dan Erick Thohir untuk membayarnya,” kata Rahman dalam pernyataan tertulis yang diterima Cakrawarta.com, Rabu (10/9/2025).
Menurut PDKN, lambannya aparat penegak hukum dalam menangani berbagai dugaan kasus besar yang menyeret pejabat di era Jokowi membuat publik frustrasi. Gelombang unjuk rasa yang digelar pada 25-31 Agustus lalu disebut sebagai bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi hukum.
Rahman menilai, penyelidikan menyeluruh perlu dilakukan agar kejelasan tanggung jawab atas utang tersebut bisa dipastikan. “Apakah negara yang menanggung, atau individu yang terlibat?” ujarnya.
Usulan KOPKAMTIB
Selain mendesak penyelidikan, PDKN juga mengusulkan agar Presiden Prabowo membentuk kembali Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Lembaga ini, menurut PDKN, dapat berperan mengusut, menyita, dan mengelola aset yang diduga diperoleh secara ilegal.

“Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dijalankan konsisten. Rakyat butuh bukti, bukan sekadar wacana,” kata Rahman.
PDKN juga meminta Menteri Keuangan Purbaya Rudi Sadewa untuk menata ulang fiskal dan menurunkan defisit. Rahman mengingatkan Presiden Prabowo agar mewaspadai utang tersembunyi ini.
“Hidden debt adalah bom waktu. Jika dibiarkan, dapat memicu gejolak sosial dan mengancam stabilitas pemerintahan,” pungkasnya. (*)
Editor: Abdel Rafi