
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Krisis perdagangan global yang dipicu kebijakan sepihak Presiden AS Donald Trump kembali mengguncang tatanan ekonomi dunia. Kebijakan proteksionis Washington yang menaikkan tarif masuk bagi barang asing tak hanya memicu kegelisahan di antara negara-negara besar, tapi juga menghantui masa depan ekonomi Indonesia.
Di tengah tekanan dari dua poros kekuatan—Amerika Serikat dan China—Indonesia didesak untuk memilih arah. Baik Trump maupun Xi Jinping memberikan sinyal ancaman terhadap negara-negara yang dianggap “bermain dua kaki” dalam hubungan dagang. Dan Indonesia, lagi-lagi, menjadi sasaran tekanan halus sekaligus keras dari kedua pihak.
Menanggapi situasi ini, Syahganda Nainggolan, Direktur Eksekutif GREAT Institute, menegaskan bahwa sikap Presiden Prabowo untuk mengambil jalur independen merupakan langkah strategis yang tidak bisa ditawar.
“Prabowo sudah di jalur yang benar. Sebagai negara berdaulat, kita tidak boleh tunduk pada tekanan ekonomi dari kekuatan manapun, baik AS maupun China,” tegas Syahganda dalam diskusi bertajuk “Prabowonomics di Era Tariff War” yang digelar di Jakarta, hari ini, Kamis (24/4/2025).
Menurutnya, kedaulatan ekonomi adalah fondasi utama dalam menjaga stabilitas bangsa. Indonesia tidak boleh menjadi pion dalam permainan catur geopolitik dua kekuatan dunia.
Diskusi tersebut turut menghadirkan sejumlah pakar ekonomi, pelaku industri, hingga pejabat negara. Di antaranya Dr. Ferry Joko Juliantono, Dr. Tito Sulistio, Prof. Perdana Wahyu Santosa, Prof. Dian Masyita, Dr. Poempida Hidayatullah, dan tokoh lainnya.
Poppy Dharsono, pengusaha dan tokoh industri kreatif, secara lugas menantang pemerintah agar berani membatasi impor dan memperkuat industri nasional.
“Mumpung dunia sedang demam proteksionisme, ini momentum kita. Bangun industri dalam negeri dan batasi impor sebanyak mungkin. Jangan hanya jadi pasar bagi produk asing!” seru Poppy.
Sementara itu, Tito Sulistio, mantan Direktur BEI, memberikan peringatan keras soal kerentanan sektor keuangan Indonesia.
“Kita boleh independen, tapi jangan lengah. Hubungan kita dengan Amerika sangat menentukan nasib sistem keuangan nasional. Salah langkah, dampaknya bisa fatal,” ungkap Tito.
Diskusi ditutup dengan seruan semangat dari Dr. Ferry Juliantono, Wakil Menteri Koperasi dan UKM RI. Ia mengajak seluruh elemen bangsa untuk tidak ragu memperjuangkan mimpi besar ekonomi kerakyatan yang digaungkan Prabowo.
“Kita dukung penuh Presiden Prabowo membangun fondasi ekonomi rakyat: koperasi desa merah putih, swasembada energi dan pangan, serta makan bergizi gratis. Ini bukan mimpi, ini agenda besar bangsa,” tegas Ferry.
Indonesia hari ini berdiri di titik krusial sejarahnya. Apakah akan terus menjadi pelayan kekuatan asing? Atau berdiri tegak sebagai bangsa merdeka yang menentukan takdirnya sendiri? Prabowo dan jajaran pemerintahannya ditantang untuk menjawabnya—bukan dengan retorika, tapi dengan keberanian politik dan aksi nyata. (***)
Kontributor: Ahmad Toha
Editor: Abdel Rafi



