JAKARTA – Naas benar nasib Ibu Inggrid Fernandes, warga Tasikmalaya ini harus mengalami tindak represif dari Rumah Sakit lantaran dia tidak mampu membayar biaya persalinan sebesar Rp 5 juta.
Inggrid Fernandes harus pasrah karena bayinya disandera oleh pihak RSUD Tarakan dengan disertai ancaman kalau tidak bayar biaya persalinan maka bayinya akan dibuang RSUD Tarakan ke panti sosial.
Hal tersebut disampaikan oleh Agung Nugroho, Ketua Nasional Relawan Kesehatan (Rekan) Indonesia dalam siaran persnya sore ini (12/10/2018) di Jakarta.
Dituturkan oleh Agung Nugroho bahwa Rekan Indonesia awalnya menerima laporan dari anggota LMK Kalibata bahwa ada penyanderaan bayi di RSUD Tarakan.
Setelah mendapatkan laporan, timnya melakukan penelusuran dan didapat data bayi yang disandera tersebut.
Tim Rekan Indonesia segera berkomunikasi dengan tim Gubernur DKI yang direspon dengan cepat dan langsung mengambil tindakan menyelesaikan problem yang dialami oleh Ibu Inggrid Fernandes.
Menurut Agung Nugroho, tindakan RSUD yang menyandera bayi sudah acap kali dilakukan. Selama bulan Oktober ini saja Rekan Indonesia sudah mendapat 2 laporan warga yamg bayinya disandera hanya karena tidak mampu membayar biaya persalinan.
“Ironisnya ini terjadi di era kepemimpinan Anies Baswedan yang dalam program-program pemerintahannya selalu mendahulukan kemudahan untuk rakyat,” ujar Agung Nugroho.
Masih menurut Agung Nugroho, kasus penyanderaan bayi oleh RS ini masuk tindak pidana selain juga melanggar UU Rumah Sakit.
Untuk diketahui, berdasarkan Pasal 29 ayat (1) huruf f UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (“UU 44/2009”), Rumah Sakit sebenarnya memiliki fungsi sosial yaitu antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut bisa berakibat dijatuhkannya sanksi kepada Rumah Sakit tersebut, termasuk sanksi pencabutan izin.
Selain itu, dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b UU 44/2009, pemerintah dan pemerintah daerah juga bertanggung jawab untuk menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, penyanderaan termasuk tindak pidana menahan (merampas kemerdekaan) orang yang diatur dalam Pasal 333 ayat (1) KUHP yang bunyinya:
“Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.”
“Kami sungguh prihatin sejak RSUD Tarakan dipimpin oleh Dirut yang baru justru malah pelayanan RSUD Tarakan menurun. Dimana pelayanannya tidak ramah lagi dengan warga,” tandas Agung Nugroho menutup siaran persnya.
(bti)