
SIDOARJO, CAKRAWARTA.com – Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin, menilai Program Pendidikan Menengah Kepemimpinan Nahdlatul Ulama (PMKNU) berperan penting sebagai penunjuk arah bagi NU di tengah derasnya arus perubahan zaman.
Hal itu ia sampaikan saat membuka PMKNU Angkatan V dan VI yang digelar oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur di Kompleks Pesantren Bumi Sholawat, Sidoarjo, Selasa (29/7/2025).
“Zaman sekarang ini penuh dengan perubahan radikal. Perkembangan teknologi sangat cepat dan ekstrem. Kita butuh ruang bersama untuk menyamakan frekuensi berpikir dan langkah. PMKNU ini menjadi tempat penting untuk itu,” kata Gus Kikin di hadapan ratusan peserta PMKNU dari berbagai daerah se-Jawa Timur.
Ia menyoroti berbagai persoalan bangsa yang menurutnya menunjukkan kebingungan arah dalam pengambilan keputusan, termasuk di lingkungan birokrasi.
“Contohnya soal ijazah palsu. Ini isu lama tapi belum juga tuntas. Padahal kita sudah punya teknologi informasi yang canggih. Masa membedakan ijazah asli dan palsu saja belum bisa?” ungkapnya.
Gus Kikin juga menyinggung fenomena “sound horeg” sebagai contoh keputusan birokrasi yang kurang mengakar pada nilai dan substansi. Menurutnya, banyak kebijakan saat ini terlihat seperti reaktif tanpa arah yang jelas.
“Kita ini sedang kehilangan arah dan langkah. Banyak masalah muncul, tapi kita seperti tidak mampu menyikapinya secara proporsional dan solutif,” ujar Gus Kikin.
Ia kemudian mengajak warga NU untuk tidak sekadar menjadi penonton atas situasi ini. NU, kata dia, harus tampil sebagai kekuatan yang menawarkan jalan tengah dan solusi.
“NU jangan sampai kehilangan jati diri dan hanya ikut arus. Kita harus menjadi kompas. Jangan seperti orang yang hanya bisa berkomentar tapi tidak punya solusi,” ujarnya.
Mengutip kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam Al-Qur’an, Gus Kikin mengingatkan pentingnya menggabungkan pendekatan rasional, ruhani, dan kebijaksanaan dalam menghadapi persoalan.
“Kadang kita terlalu rasional. Padahal ada hikmah dan pendekatan ruhani yang harus dihidupkan. NU harus mampu membaca semuanya,” tuturnya.
PMKNU, lanjutnya, bukan sekadar pelatihan teknis, tapi forum strategis untuk menyiapkan kader NU yang mampu membaca tantangan zaman dan tetap berpijak pada nilai-nilai organisasi.
“Kalau kita lepas dari nilai-nilai NU, kemajuan teknologi itu bisa seperti layangan putus. Terbang tanpa arah. NU harus hadir sebagai penyeimbang dan penentu arah,” ucapnya.
Menutup sambutan, Gus Kikin berharap para peserta dapat mengikuti PMKNU secara tuntas dan menjadikannya sebagai bekal kepemimpinan di masa depan.
“Bismillah, semoga PMKNU ini melahirkan pemimpin-pemimpin NU yang solutif, moderat, dan mampu membaca zaman. Selamat mengikuti sampai selesai. Semoga semuanya lulus,” tutupnya. (*)
Kontributor: Tommy
Editor: Abdel Rafi



