Friday, April 19, 2024
HomePolitikaYLKI Minta Pemerintah Agar Transparan Terkait Struktur Biaya Tes PCR

YLKI Minta Pemerintah Agar Transparan Terkait Struktur Biaya Tes PCR

Kegiatan pengambilan sampel tes usap antigen di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, Selasa (26/10/2021). (foto: M. Ato’illah Isfandiary)

 

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar harga tes usap PCR diturunkan.

“Mengenai arahan Presiden agar harga PCR diturunkan menjadi Rp 300 ribu dan berlaku 3×24 jam,” ucap Luhut dalam konferensi pers, Senin (25/10/2021) kemarin.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan bahwa dengan segala plus minusnya, keputusan Jokowi tersebut patut diapresiasi.

“Patut diapresiasi karena setidaknya Presiden telah mendengarkan aspirasi publik atas mahalnya biaya tes PCR,” ujar Tulus dalam keterangan persnya, Selasa (26/10/2021).

Sayangnya, menurut Tulus, pemerintah belum transparan terkait harga tes PCR tersebut.

“Berapa sih sesungguhnya struktur biaya PCR, berapa persen margin profit yang diperoleh oleh pihak provider? Ini masih tanda tanya besar,” herannya.

Setelah Presiden Jokowi meminta harga tes diturunkan, maka menurut Tulus pemerintah harus melakukan pengawasan terhadap kepatuhan atas perintah tersebut. Hal tersebut penting dikarenakan, dari data yang didapatkan YLKI, banyak sekali provider yang menetapkan harga PCR diatas harga HET yang ditetapkan pemerintah.

“Dalihnya layanan “PCR Ekspress”. Tarifnya pun bervariasi mulai dari Rp 650ribu, Rp 750ribu, Rp 900ribu, Rp 1,5 juta dan seterusnya,” papar Tulus.

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk menurunkan masa uji laboratorium dari yang semula 1×24 jam menjadi maksimal 1×12 jam guna menghindari pihak provider/laboratorium bisa mengulur waktu hasil ujinya.

 

Tes PCR Jangan Untuk Semua Moda Transportasi

YLKI juga menyoroti wacana terkait semua moda transportasi akan dikenakan wajib PCR. Menurut Tulus, rencana tersebut bisa dilakukan jika harga PCR bisa diturunkan lagi secara lebih signifikan, misalnya menjadi Rp 100ribu.

“Sebab jika tarifnya masih Rp 300ribu, mana mungkin misalnya penumpang bus disuruh membayar tes PCR yang tarifnya lebih tinggi daripada tarif busnya itu sendiri?” keluh Tulus.

Tulus bahkan mempertanyakan bagaimana pemerintah melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap pengguna kendaraan pribadi. Selama ini, menurut data YLKI tak ada pengendalian kendaraan pribadi, baik roda empat dan atau roda dua sehingga akan menimbulkan diskriminasi.

“Karena itu, YLKI menyarankan tidak semua moda transportasi harus dikenakan wajib tes PCR atau antigen. Kembalikan tes PCR untuk keperluan dan ranah medis, karena toh sekarang sudah banyak warga yang divaksinasi,” pungkas Tulus.

(bm/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular