Di depan rumah mertua di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, berjajar berbagai macam toko dan kios. Tepatnya di Jalan Arief Rahman Hakim, Gresik. Ada warung kopi. Ada yang jualan nasi pecel, bakso, ikan bakar. Bahkan kios tukang cukur juga ada. Yang baru muncul belum lama adalah Warung Madura (WarMa).
Ya Warung Madura. Diam-diam. Senyap. Terus merayap. Ke berbagai penjuru kota se-Indonesia. Konon mulainya dari Jakarta bukan dari Pulau Madura. Sukses ditiru. Sesimpel itu hukum bisnisnya. Ada saudaranya sukses. Ada cuan. Saudara lainnya diajak. Buka 24 jam. Non stop. Siapa bisa melawan toko tak pernah tutup semacam itu? Pegawainya siapa? Tidak ada pegawai. Toko diurus suami istri. Berdua tinggal di tokonya. Kadang sama anaknya yang masih kecil. Makanya bisa buka 24 jam. Saat istri repot suami yang jualan. Begitu pula sebaliknya. Simpel, efektif, efisien dan harmonis mungkin. Kan ruangan tokonya sempit. Ha ha ha.
Di Jalan Arief Rahman Hakim itu. Tidak jauh dari Warung Madura ada Alfamart dan Indomaret. Keduanya lebih dulu ada. Saat ini masih eksis. Bukanya jam 7 pagi. Infonya pelanggannya mulai digerogoti oleh WarMa. Orang yang pagi-,pagi habis subuh atau tengah malam perlu barang kebutuhan sudah bisa beli di WarMa tanpa harus menunggu Alfamart atau Indomaret buka atau tutup.
Bagaimana dengan harga barangnya? Ini disadari betul oleh saudagar Madura. Harga di WarMa dijamin lebih rendah dari Alfamart dan Indomaret. Kok bisa? Mudah sekali jawabnya. Saya kan tinggal masuk saja di Alfa depan itu, kan jadi tahu harganya. Saya carilah agen barang yang harganya paling murah. Saya pasang harga warung saya lebih murah dari Alfamart dan Indomaret dan harus masih ada untung. Berapa selisih harganya dengan Alfamart? saya tanya. Kalau rokok bisa 400 rupiah tergantung barangnya.
Ciri khas toko WarMa selain buka non stop 24 jam adalah jualan bensin botolan di depan tokonya. Jelas ini diferensiasi luar biasa. Alfamart dan Indomaret dijamin tidak mungkin bisa. Ini benar-benar gila. Pasti laku? Gojek dan Grab begitu banyaknya berkeliaran. Semua pasti perlu bensin. Lebih simpel, Gojek beli di warung WarMa daripada antre di SPBU apalagi kalau belinya cuma seliter dua liter. Plus, lagi-lagi ini, SPBU khas Madura buka 24 jam. Jam berapapun dilayani.
Berapa omzetnya per hari? Kalau rame diatas 5 juta kalau sepi dibawah 5 juta. Logika orang Madura yang jos. Artinya apa? Targetnya rata-rata harus 5 juta per hari. Sebulan 150 juta. Apakah punya sendiri saya tanyakan. Bukan. Ada yang memodali. Mereka yang pegang toko saja. Sistemnya bagi hasil keuntungan. Luar biasa bukan. Sederhana. Tidak ribet. Mungkin juga tidak pakai software canggih. Buktinya saat saya beli barang tidak ada kuitansinya. Saya tidak tanya lanjutan terkait sistem manajemen keuangan dan kinerjanya. Antara dia dengan pemodalnya.
Mungkin faktor penting lain yang menunjang kenapa WarMa eksis dan sukses adalah etos kerja atau dagang orang Madura yang memang terkenal tangguh dan ulet. Alam Madura yang terik dan gersang bisa jadi membentuk kultur kerasnya. Coba cek hampir di seluruh Nusantara ini penjual sate ayam biasanya orang Madura. Saking berani, ulet dan kreatifnya bahkan calo jasa mencium Hajar Aswad di Masjidil Haram, Arab Saudi konon dikuasai orang Madura.
WarMa seolah menghancurkan imej status quo yang selama ini saya percayai. Sulit kita mengalahkan Alfamart dan Indomaret. Kehadiran WarMa membuktikan tidak perlu teori rumit dan manajemen organisasi yang ribet untuk bersaing. Sepertinya modusnya sederhana saja. Masih mengikuti pola ATM. Amati kompetitor. Tirukan yang dia lakukan. Lalu modifikasi agar lebih baik dari kompetitor. WarMa buka 24 jam. Lokasinya persis di pinggir jalan. Jadi kalau pembeli mau cepat-cepat tinggal teriak beli barang apa akan dilayani. Tidak mungkin beli di Alfamart bisa begitu. Lalu barang yang dijual Alfamart maka WarMa akan jual juga tapi dengan harga lebih murah. Modikasinya apa? Alfamart dan Indomaret tidak akan bisa jualan bensin. WarMa bahkan menaruh di depan kiosnya, botol-botol bensin berjejer.
Kalau melihat profil pengelola toko WarMa terkesan orang yang sangat sederhana. Pemikirannya simpel, fokus jualan. Barang habis kulakan. Cari agen termurah. Lalu dijual lebih murah. Begitu saja intinya. Rasanya dia tidak pernah ikut kursus UMKM online dan offline atau hybrid. Malah mungkin dia tidak paham yang begituan. Juga mungkin tidak pernah ikut Rapimnas atau Rapimwil, Rapimda Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan segala.
Sementara berbagai ormas yang konon beranggotakan para cendekiawan asyik berdiskusi dan berwacana tentang kemandirian ekonomi bangsa tapi tak kunjung muncul solusinya. Berbagai seminar dan rapat kerja dilakukan yang memakan biaya tidak sedikit jumlahnya. Wacananya njlimet analisanya panjang lebar terlalu mengangkasa. Walhasil tidak segera memulai bisnisnya karena selalu ada kendalanya. Rapat lagi, rapat lagi. Begitu saja programnya.
Kontras sekali. Warung Madura terus berkembang biak diam-diam merepotkan raksasa Alfamart dan Indomaret. Mungkin saja diam-diam juga Alfamart dan Indomaret lagi berpikir untuk mengakusisi WarMa-WarMa itu. Bukankah watak memangsa memang ciri utama para kapitalis dunia.
Tapi saya percaya tidak akan bisa dengan mudah mengalahkan orang Madura. Terkenal cerdik luar biasa. Konon ada anekdot lucu tapi cerdik. Habibie minta orang Madura mengukur panjang tiang bendera. Dirobohkannya tiang bendera oleh orang Madura. Lalu diukur panjangnya. Habibie menegur. Kenapa harus repot-,repot merobohkan tiangnya? Ndekremma.. Bagaimana bapak ini? Kalau diukur langsung ke tiang yang berdiri itu tingginya. Bapak kan tanya panjangnya. ya dirobohkan lah. Orang Madura kok dilawan.
WarMA seng ada lawan.
Mega Kuningan, 8 November 2023
HERY KUSTANTO
Pengurus Cabang Muhammadiyah (PCM) Serpong Utara, Tangerang Selatan dan Penikmat Isu Ekonomi