JAKARTA – Presiden Joko Widodo menargetkan setidaknya ada 6 holding BUMN bisa dibentuk tahun ini. Hal tersebut dinilai tidak gampang karena pembentukan holding BUMN justru akan menimbulkan banyak penolakan dari pihak karyawan BUMN itu sendiri.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu, Arief Poyuono kepada redaksi cakrawarta.com di Jakarta, Selasa (1/3/2016).
“(Pasti) ditolak karena akan sulit nantinya menentukan besaran gaji karyawan BUMN yang dimerger dalam sebuah holding,” ujar Arief dengan penuh keyakinan.
Sebenarnya menurut Arief, pembentukan holding justru akan sangat membahayakan aset-aset BUMN. Hal tersebut terjadi apabila mengalami dispute aksi korporasinya yang diwakili holding dan harus berurusan dengan pengadilan arbitrase dan kalah, maka semua BUMN yang ada di holding tersebut bisa disita oleh penggugat.
Rencana Holding ini juga akan menjadikan BUMN BUMN yang tadinya Tunduk dengan UU Keuangan Negara dimana BUMN adalah merupakan bagian dari Aset negara yang dipindahkan . akan berubah total menjadi perusahaan private dan hanya tunduk pada UU PT saja . jika ada tindak pidana korupsi tidak bisa digunakan UU Tipikor .
“Ini kan hanya bisa-bisanya Menteri BUMN agar anak-anak perusahaan yang didalam holding bisa dijual dengan mudah karena tidak perlu izin DPR,” imbuh Arief.
Arief menjelaskan bahwa holding BUMN yang sudah ada seperti pada BUMN pupuk dan semen tidak banyak memberikan kemajuan. Karena menurutnya, tren bisnis saat ini justru banyak korporasi menggunakan “manajemen amuba” atau membubarkan holding dan membentuk perusahaan sendiri, sehingga bisa memutus mata rantai birokrasi dalam melakukan aksi korporasi serta sebagai cara untuk mengurangi besaran pajak perusahaan. “Untuk menghindari pembayaran double tax dan menghindari kerugian yang lebih besar jika terjadi dispute dalam aktivitas bisnis,” paparnya.
Pihak FSP BUMN Bersatu mendesak DPR untuk benar-benar mengawasi adanya indikasi “konspirasi” antara Presiden dan Menteri BUMN Ddalam membentuk 6 holding BUMN ini. FSP justru berharap jika ingin digunakan untuk menarik modal dari luar negeri justru BUMN didorong untuk bisa membentuk anak perusahaan di luar negeri.
“Dorong saja membuka anak perusahaan di luar negeri sebagai vehicle untuk menarik modal luar negeri dan offshore di kawasan-kawasan Financial Service Zone seperti di Cayman Island, Mauritius, Hongkong dan Labuhan. Kalau itu dilakukan baru cerdas,” pungkas Arief.
(ap/bti)