Saturday, April 20, 2024
HomeEkonomikaRevisi UU Minerba Versi Pemerintah Dinilai Pro Kapitalis Asing

Revisi UU Minerba Versi Pemerintah Dinilai Pro Kapitalis Asing

Chalid Muhammad, pendiri dan kordinator pertama Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).
Chalid Muhammad, pendiri dan kordinator pertama Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).

JAKARTA – Saat ini Pemerintah dan DPR RI sedang menyiapkan revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Bahkan ditargetkan pada tahun 2016 ini revisi tersebut bisa diselesaikan. Tetapi rencana revisi yang disinyalir hanya mengubah sekitar 20% versi lama itu bukan tanpa kritik.

Menurut pendiri dan kordinator pertama Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Chalid Muhammad, jika mencermati draft revisi UU Minerba versi pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), maka ada 5 alasan untuk menolaknya.

“Revisi versi pemerintah ini sesungguhnya lebih kental nuansa keberpihakan pada pengusaha tambang skala besar (transnational coorporation/MNC) daripada kepentingan nasional termasuk kepentingan antar generasi. Semangat jual murah, jual cepat dan jual habis mineral dan batubara makin kental,” ujar Chalid kepada redaksi cakrawarta.com di Jakarta, Rabu (23/3/2016).

Chalid Muhammad menambahkan, jika ditelaah secara detail draft revisi ingin menghidupkan kembali rezim kontrak yang sudah “dimatikan” oleh UU Minerba. Menurutnya, kisruh perpanjangan kontrak Freeport yangg sesungguhnya salah kaprah karena rezim kontrak sudah tak dikenal pasca berakhirnya kontrak karya bisa bangkit kembali dan menjadi agenda tersembunyi revisi UU Minerba usulan pemerintah tersebut.

Bahkan, Chalid menegaskan bahwa pembangkangan perusahaan dan pemerintah atas perintah UU Minerba terkait kewajiban perusahaan tambang membangun pabrik pemurnian (smelter) 5 tahun sejak UU Nomor 4/2009 disahkan, akan dilegalkan dalam revisi UU Minerba.

“Jadi Freeport dan lainnya bisa batal investasi smelter. Padahal spirit UU Minerba kala dirumuskan terkait kewajiban bangun smelter dalam negeri adalah guna memberi nilai tambah terhadap usaha pertambangan dalam negeri,” imbuhnya.

Selain itu, menurut Chalid Muhammad, diperbolehkannya pertambangan bawah laut (deep sea mining) yang terdapat dalam revisi versi pemerintah berpotensi menimbulkan dampak serius bagi kerusakan ekositem laut serta percepatan keruk habis simpanan mineral generasi mendatang. “Kajian terhadap hal ini tidak detail dan potensial melabrak banyak aturan lain,” tegasnya.

Pihak JATAM semakin yakin bahwa revisi UU Minerba versi pemerintah semakin menguatkan peluang kriminalisasi masyarakat yang menolak kehadiran tambang karena mengancam keselamatan dan keberlanjutan hidup mereka.

“Semoga DPR RI bisa melihat dengan jelas dan jernih agar bangsa ini terhindar dari kerugian yang sangat besar bila revisi UU Minerba didasarkan pada usulan ESDM,” pungkasnya.

(bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular