Saturday, April 27, 2024
HomeGagasanRais Abin, dari Panglima Dunia, Calon Gubernur hingga Ketua Umum LVRI (9)

Rais Abin, dari Panglima Dunia, Calon Gubernur hingga Ketua Umum LVRI (9)

Rais Abin cakrawarta

Letnan Jenderal (Letjen) TNI (Purn) Rais Abin lahir di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Bukittinggi, Sumatera Barat pada 15 Agustus 1926. Haji Agus Salim (alm) yang kita kenal semasa perang kemerdekaan, juga lahir di kota ini.

Ayah Rais Abin bernama Abin Sutan Mangkuto, meninggal dunia tahun 1942, ketika Jepang masuk ke Indonesia.

“Saya tidak sempat menjenguk jenazah ayah, karena sedang sekolah di Sekolah Pertanian, Sukabumi,” ujar Rais Abin.

Jika membayangkan jarak antara Sukabumi-Padang sekarang ini, tidak menjadi masalah. Tetapi di awal masuknya Jepang itu? Sudah tentu berbeda dengan sekarang. Ketika Jepang masuk ke Sukabumi, situasi di Sukabumi tidak menentu. Hubungan Rais Abin ke kampung halaman terputus. Jadi tidak menerima informasi apapun dari kampung halaman. Rais hanya menerima telegram dari abangnya yang memberitahukan berita sedih itu.

“Pekerjaan ayah saya sebagai agen bus antar kota di Lubuk Sikaping. Mata pencaharian ayah pada waktu itu pas-pasan, hanya cukup untuk makan,” papar Rais Abin lagi.

Sementara ibu Rais Abin bernama Rangkayo Saadi binti Hamzah dan meninggal dunia pada tahun 1972. Jadi meskipun sudah tua, ibu Rais Abin masih bisa mendengar anaknya menjadi militer, karena akhir tahun 1945, Rais Abin berhenti bekerja di pertanian di Sukabumi dan menuju Yogyakarta menjadi seorang militer.

Setelah Rais Abin diterima menjadi seorang militer, dan sudah tentu melalui prosedur yang diminta, tugas Rais Abin yang pertama kali adalah menyelundupkan senjata. Bersama beberapa teman dikirim ke Cirebon. Itu terjadi di awal tahun 1946. Di Cirebon sudah menunggu sebuah perahu Bugis, jenis phinisi kecil. Panjangnya hanya lima atau enam meter dengan tiga awak, yaitu juragan, juru mudi dan kelasi merangkap sebagai tukang masak. Rais Abin dan beberapa teman itu berlayar ke Singapura. Di dalam perahu itu ada enam ton gula yang akan dijual di Singapura. Gula itu berasal dari pabrik yang ada di Cirebon. Masalah pembayaran, Rais Abin tidak tahu menahu, karena keseluruhan menjadi tanggung jawab misi penyelundupan senjata berada di bawah Markas Besar Tentara di Yogyakarta. Waktu itu markas besar ini diberi kewenangan penuh untuk memanfaatkan aset-aset negara demi suksesnya perjuangan.

Di tengah jalan menuju Singapura, perahu kecil ini diamuk topan badai. Ombak begitu besar, sehingga terpaksa membuang muatan gula ke laut dalam gelap gulita. Jangankan membawa penunjuk jalan, membawa lampu senter pun tidak. “Kami memutuskan memutar haluan, balik menuju Palembang melalui Sungai Musi,” kata Rais Abin.

Tiba di Palembang, langsung menghadap dokter Adnan Kapau (AK) Gani yang menjabat sebagai Gubernur Militer, nama jabatan yang kelak resmi digunakan pada akhir tahun 1948.

AK Gani adalah seorang nasionalis sejati dan tokoh Partai Nasional Indonesia. Menurut Rais Abin, ia adalah pribadi yang flamboyan, memiliki watak kepemimpinan dan berani memikul tanggung jawab. Dia berani memproklamirkan Sumatera Selatan menjadi bagian dari Republik Indonesia, pada hal waktu itu suasana belum menentu. Jepang baru pergi, tetapi dia sudah mengambil alih pemerintahan. Dari seorang dokter menjadi Gubernur Militer. Riwayat hidupnya penuh onak dan duri. Semasa mahasiswa untuk menambah biaya hidup, AK Gani pernah menjadi bintang film, antara lain film yang dibintanginya berjudul Asmara Moerni.

Setelah bertemu AK Gani dan setelah membaca surat tugas yang ditandatangani Kepala Staf Angkatan Perang Oerip Soemohardjo, dia memutuskan agar misi yang kami lakukan diteruskan. Kami diberangkatkan dengan perahu tongkang besar. Sedangkan perahu Bugis dari Cirebon tadi diberi muatan baru. Kami pun meneruskan perjalanan ke Singapura.

(bersambung)

DASMAN DJAMALUDDIN

Jurnalis, Sejarawan dan Penulis Senior

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular