Thursday, May 2, 2024
HomeGagasanRais Abin, dari Panglima Dunia, Calon Gubernur hingga Ketua Umum LVRI (11)

Rais Abin, dari Panglima Dunia, Calon Gubernur hingga Ketua Umum LVRI (11)

Rais Abin cakrawarta

Di Singapura sudah ada yang mengatur perjalanan barang hasil bumi yang diangkut. Karet yang dibawa kadang-kadang berupa lump atau gumpalan. Bukan lembaran karet bergerutu yang disebut crepe sheet. Baunya semerbak, sungguh tidak enak.

Kami, ujar Rais Abin, membayar senjata selundupan dengan protection money dan menggunakan jasa seorang teman, namanya Mr Gie, anggota polisi Singapura yang bekerja dibagian criminal investigation (CID). Dia yang melakukan pengamanan dan segala hal yang berkaitan dengan gangguan. Mr Gie itu bolehlah dikatakan orang kami di bidang intelijen. Kadang-kadang dia berhasil menyadap komunikasi pihak Belanda yang ada di Singapura dan meneruskannya kepada Rais Abin dan teman-teman. Setelah bergaul agak lama, Rais Abin mengetahui bahwa Mr. Gie adalah Tionghoa kelahiran Jawa Tengah dan telah menjadi warga negara Singapura.

Untuk menunjang dan memperlancar tugas ini, rombongan Rais Abin membeli empat kapal bekas Perang Dunia II, yaitu motor torpedo boat (MTB). Pertimbangannya, karena memiliki daya jelajah 23-25 mil laut per jam. Bobotnya masing-masing 70 ton. Kapal-kapal ini sudah di-dump oleh British Navy (Angkatan Laut Inggris) di Singapura dan Malaya.

Sekarang yang menjadi permasalahannya, Rais Abin dan teman-temannya harus menyulap kapal ini menjadi speed boat pengangkut barang.

Kata-kata OK atau tidak sering didengar dalam operasi ini, kata Rais Abin. Ini kata sandi yang selalu digunakan melalui Radio SSB (Single Side Band). Kata ini berfungsi untuk membingungkan pihak Belanda apabila komunikasi Rais Abin dan teman-teman berhasil disadap. Misalnya OK tujuh. Jika dijawab nada yang sama, artinya OK hari Minggu.

Beberapa hari sebelum operasi, Rais Abin dan teman-teman sudah diberitahu. Pengemudinya sudah ditentukan. Setelah itu berangkat dari Singapura menuju Pontuan pada sore harinya. Seterusnya menuju sebuah penginapan kecil berlantai tiga. Berada di sana hingga pagi. Setelah berdiskusi, barang-barang yang akan dibawa diteliti.

“Saya meneliti kondisi barang (senjata dan alat komunikasi) dan bagaimana aplikasinya. Saya selalu minta didemonstrasikan mengenai penggunaan alat-alat komunikasi. Tentang senjata, ada juga bekas senjata Jepang, seperti pistol dan senapan mesin ringan,” ujar Rais Abin.

Setelah semua telah selesai, awak kapal pun sudah menyiapkan keberangkatan di Boat Quay. Sebelumnya ketika Rais Abin naik kapal di Singapura, ia harus menjelaskan kepada awak kapal mengenai muatan yang akan dipindahkan dari tongkang ke kapal. Kenapa demikian? Karena walaupun Rais Abin komandan operasi, yang jadi pumpinan pelaksana adalah nakhoda kapal, ia harus tahu di mana titik pertemuan (rendezvous point) berada.

Pada suatu ketika Rais Abin berpikir, budaya kongsi yang dilakukan para pedagang Tionghoa ini menguntungkan dirinya. Jadi tidak sendiri-sendiri. Padahal barang yang akan diselundupan berupa senjata, peluru, alat-alat komunikasi, obat-obatan dan sebagainya. Sulit memperolehnya. Ini adalah enterprise berisiko besar. Bisa saja kapal-kapal yang ditumpangi Rais Abin dan anak buahnya tenggelam ditembak Belanda. Kalau sampai gagal, mereka akan menanggungnya bersama-sama. Untunglah tidak pernah gagal dan tidak pernah pula merugikan orang-orang yang selama ini membantu di Singapura.

Rais Abin merupakan angkatan pertama yang dipersiapkan untuk operasi penyelundupan ini. Jika dikaitkan dengan rombongan yang diberangkatkan dari Yogyakarta melalui pelabuhan Cirebon tahun 1946, Rais Abin sendiri yang tersisa atau masih hidup di antara yang lain-lain.

(bersambung)

DASMAN DJAMALUDDIN

Jurnalis, Sejarawan dan Penulis Senior, Sekarang Tinggal di Depok

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular