Pertemuan Rais Abin dengan dokter Adnan Kapau (AK) Gani di Palembang memunculkan kesan tersendiri bagi pribadi Rais Abin. “Ia adalah pribadi yang flamboyan, memiliki watak kepemimpinan dan berani memikul tanggung jawab, ” hal yang sama juga sangat berkesan dalam diri H Asnawi Mangku Alam (alm.), mantan Gubernur Sumatera Selatan, ketika berbincang-bincang dengan saya di Jakarta pada hari Minggu, 12 Januari 1997. Beliau berbicara mengenai AK Gani panjang lebar. Menurut Asnawi, AK Gani adalah orang yang dihormati di Sumatera Selatan dan tokoh nasional sejak awal kemerdekaan.
Kembali ke pengalaman Rais Abin di awal menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), dengan tugas menyelundupkan senjata, hal ini menjagi tugas utama di awal masa perjuangan, karena tanpa melakukan hal ini, mana mungkin Belanda lari kocar-kacir dan selalu kalah di medan pertempuran. Oleh karena itu, ini menjadi tugas utama setelah lulus tes masuk TNI.
“Kami adalah personil yang dilatih untuk proyek gun running (penyelundupan senjata),” ujar Rais Abin.
Akhirnya sesampainya di Boat Quay, Singapura, Rais Abin bersama teman lainnya berpisah dengan juragan perahu Bugis. Beberapa hari kemudian, tiba teman yang lain. Juga ada teman yang datang dari Palembang. Ini sudah tentu diperintah oleh AK Gani.
Sebelumnya AK Gani sudah mengetahui isi surat perintah kepada kami. Ditandatangani Letjen Oerip Soemohardjo, Kepala Staf Angkatan Perang RI. Sementara Letkol Iskandar akan menjamin akses penyelundupan itu dari Malaya dan Singapura.
Penyelundupan senjata ini bukanlah pekerjaan mudah. Apabila dilakukan sembrono, maka citra Indonesia sebagai negara yang baru merdeka akan tercoreng di dunia internasional. Oleh karena itu, orang-orang yang akan dikirim memiliki dasar-dasar intelijen. Singkatnya, Rais Abin dan teman-teman sudah mengikuti kursus intelijen selama lima bulan. Waktu itu diwajibkan mengetahi dasar-dasar intelijen, mengenali situasi daerah Semenanjung dan Singapura. Juga harus mengenal peran polisi Singapura pada umumnya dan cara-cara bergaul dengan penduduk setempat.
Pada waktu itu, kami masuk ke kota Singapura tanpa pemeriksaan. Kami dianggap sama dengan orang pribumi. Orang dari Aceh juga waktu itu keluar masuk Singapura tanpa surat-surat. Apalagi yang datang itu orang dari Riau Kepulauan. Rais Abin ketika menjadi Duta Besar Indonesia di Malaysia berusaha menghidupkan kembali border agreement tentang tapal batas ini. Tetapi agak sulit, karena sudah menyangkut persoalan ekonomi, sekarang malah sering menjadi masalah.
Rais Abin hampir empat tahun lamanya menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Malaysia. Pengalaman sebagai Panglima Pasukan Perdamaian Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) sangat membantu, terutama dalam hal berdiplomasi. Menurut Rais Abin, berdiplomasi sama halnya dengan mengerahkan segala kemampuan seseorang untuk mengimplemenrasikan kebijakan politik luar negerinya kepada bangsa lain demi mewujudkan harapan tentang apa yang diinginkan atau tidak.
Ketika Rais Abin di Singapura, ia menemui Oesman Rahman, orang Melayu yang menjadi kepercayaan AK Gani. Kantornya bersebelahan dengan Cathay Building. Kemudian Rais diberikan sebuah tempat di Jalan Jumat, Kampung Melayu, Singapura. Ditempatkan di sebuah ruangan besar dan sebuah kamar duduk. Rumah itu dihuni orang Indonesia, namanya Mawardi. Dia tinggal bersama istrinya, orang Melayu dan mertuanya yang bekerja sebagai satpam di sebuah bank.
Tugas selanjutnya Rais Abin, menunggu perintah pelaksanaan. Ia seharusnya harus menunggu perintah itu. Sejauh ini belum tahu jenis senjata apa yang ingin diselundupkan. Menjelang memperoleh informasi, kami disarankan Oesman Rahman agar segera menyesuaikan diri dengan kehidupan di Singapura.
Tidak berapa lama datanglah utusan dari Yogyakarta, seorang kolonel bernama Umar Slamet. Menurut pengakuannya, ia orang kepercayaan Jenderal Soedirman dan pernah menjadi komandan resimen di Purwokerto. Dia memperlihatkan surat-surat kepada Rais Abin dan teman-teman. Tugasnya ke Singapura untuk mengusahakan persenjataan untuk angkatan perang. Setelah beberapa waktu, Rais Abin tidak pernah mendengar beritanya lagi. Bahkan ketika di Jakarta, Rais Abin tidak pernah messenger namanya sebagai seorang militer.
Hari H tiba. Markas Besar Tentara di Yogyakarta setuju bahwa daerah-daerah yang membutuhkan bantuan senjata dikategorikan sebagai daerah yang tidak diduduki Belanda, seperti Sumatera Tengah, Riau dan Sumatera Utara. (bersambung)
DASMAN DJAMALUDDIN
Jurnalis, Sejarawan dan Penulis Senior, Sekarang Tinggal di Depok