Saturday, April 20, 2024
HomeEkonomikaRahman Sabon Nama: Menteri Perdagangan Jangan Seperti Pedagang

Rahman Sabon Nama: Menteri Perdagangan Jangan Seperti Pedagang

Ketua Umum Asosiasi Pedagang (APT2PHI) Rahman Sabon Nama.
Ketua Umum Asosiasi Pedagang (APT2PHI) Dr. Rahman Sabon Nama.

JAKARTA – Para petani timun Jepang di Rembang, Blora dan Pati Jawa Tengah tengah mengeluhkan harga garam yang begitu melangit. Di lapangan terdapat data bahwa kenaikan tersebut sangat signifikan yakni dari Rp 400.000,- per ton menjadi Rp 2.350.000,- per ton. Demikian disampaikan oleh Ketua Umum APT2PHI (Asosiasi Pedagang dan Tani Tanaman Pangan dan Holtikultura Indonesia) Rahman Sabon Nama, pada Sabtu (17/6/2017) menyikapi kisruh kenaikan harga garam dan banjirnya produk impor di pasar-pasar Indonesia.

Menurut Rahman Sabon kenaikan harga garam tersebut begitu fantastis yakni mencapai angka 570 persen.

“Saya kok heran, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito mengurus masalah kegaduhan impor garam seperti layaknya seorang pedagang. Dia tidak tahu bahwa kebijakannya yang mengijinkan kran impor garam justru merugikan petani, nelayan, pedagang kecil dan industri lokal,” ujar Rahman Sabon kepada redaksi.

Menurut Rahman Sabon, Menteri Perdagangan (Mendag) punya andil besar memperburuk citra Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Padahal, seharusnya Mendag mendahulukan kepentingan bangsa dan rakyat. Melambungnya harga garam dari 400 ribu/ton menjadi 2,35 juta per ton bagi Rahman Sabon merupakan rekor harga garam termahal sepanjang sejarah Indonesia merdeka.

Karenanya, APT2PHI berharap agar Mendag tidak melindungi mafia kartel pangan karena kebijakan tersebut selama ini tidak pro dengan Program Nawacita Presiden Joko Widodo.

Untuk diketahui, dalam pernyataannya yang dilansir media cetak nasional hari ini, Sabtu (17/6/2017) bahwa Menteri Enggartiasto Lukito adalah pihak yang memberikan rekomendasi impor garam mengikuti rekomendasi kementerian terkait yakni sebesar 226.124 ton sejak Januari 2017.

“Hari ini petani garam di Madura mengeluhkan lemahnya penyerapan pembelian garam oleh pemerintah dan pabrik. Mereka juga keluhkan harga beli garam yang tidak sesuai dengan harga yang ditetapkan Pemerintah. ini benar-benar tidak memihak pada mereka,” imbuh pria asal NTT itu.

Padahal, langkanya stok garam dan harganya yang melangit justru akan merugikan para petani timun Jepang yang selama ini mereka pakai sebagai bahan pengawet timun Jepang.

Sementara itu, hasil panen petani di Jawa Tengah hanya bisa bertahan tiga hari karena akan layu, sehingga mengancam rusaknya seluruh produksi panen petani timun Jepang.

Untuk jangka pendek, APT2PHI meminta agar Pemerintah dalam hal ini Kementerian KKP, Bulog dan Menteri Perdagangan untuk segera berkordinasi mengadakan Operasi Pasar khusus garam untuk menstabilkan harga.

Berkacamata pada kasus semrawutnya penanganan masalah pangan ini, maka APT2PHI menyarankan pada Menteri KKP Susi Pujiastuti agar tidak perlu lagi memberikan rekomendasi impor garam.

Menurut pria yang juga pengurus DPN HKTI yang diperlukan justru rekomendasi untuk PT. Garam agar dapat membeli semua hasil panen petani garam maupun pengepul yang sekarang banyak beroperasi hingga ke pedesaan di pesisir pulau Jawa dan Madura dan bukannya menambah kran impor.

“Saya juga mendorong Pemerintah dalam hal ini Menteri KKP agar segera kiranya membangun industri garam di Indonesia Timur seperti NTT yaitu Adonara, Solor, Lembata dan Rote. Kan daerah-daerah ini dikenal sebagai salah satu penghasil garam kualitas terbaik dunia,” tutur Rahman Sabon nama mengakhiri keterangannya.

(bm/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular