Thursday, March 28, 2024
HomeGagasanBang Gafur: Catatan Seorang Sahabat

Bang Gafur: Catatan Seorang Sahabat

Abdul Gafur. (foto: istimewa)

Saya betul-betul tertunduk ketika mendengar berita hari Jumat tanggal 4 September 2020, Dr. Abdul Gafur, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) era Orde Baru, dipanggil Allah SWT. Saya masih sempat ketemu Bang Gafur, begitu saya biasa memanggilnya, terakhir di sebuah rumah sakit di Jakarta dan kebetulan akan bertemu dokter yang sama. Kebetulan saya punya keluhan di pinggang dan punggung. Rasanya lama sekali tidak ketemu dan senang bisa bercakap-cakap kembali dengan Bang Gafur sambil menunggu sang dokter.

Banyak sekali kenangan saya dengan Bang Gafur. Lebih-lebih di masa saya menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) 1983-1986. Dan Bang Gafur adalah Menpora RI saat itu. Saya kenal sepintas Bang Gafur sebelum menjadi Ketua Umum. Di Kongres XV HMI di Medan Maret 1983, saya hadir sebagai Sekjen PB HMI dan tidak terlibat soal izin Kongres. Saya hanya mendengar Bang Gafur “mengancam” tidak akan memberikan izin Kongres HMI di Medan sebelum ada kepastian asas Pancasila dibahas di Kongres. Ketua Umum PB HMI ketika itu, Achmad Zacky Siradj, yang saya dengar menandatangani konsep di hadapan Bang Gafur beberapa hari sebelum Kongres bahwa asas Pancasila akan dibahas di arena Kongres. Itulah akhirnya Kongres di Medan bisa dilaksanakan secara legal dan mendapat izin pemerintah. Bayangkan bila tidak ada surat yang ditandatangani itu, tentu pelaksanaan Kongres HMI di Medan akan dibubarkan karena tanpa izin. Padahal para peserta Kongres dari seluruh Indonesia sudah berdatangan di kota Medan.

Uniknya, walau surat izin Kongres sudah diberikan pemerintah, dan Kongres bisa berjalan secara sah, ternyata surat yang ditandatangani Zacky itu tidak beredar meluas di kalangan peserta Kongres dan tidak ada agenda resmi sama sekali yang tertulis di Kongres soal pembahasan asas Pancasila. Jadi agenda resmi Kongres tetap tidak ada agenda soal asas Pancasila. Karena agenda Kongres disiapkan oleh MPK HMI yang biasanya bersidang terakhir sekitar 3 bulan sebelum Kongres. Jadi tidak benar kalau Kongres di Medan membuat keputusan resmi “menolak” asas Pancasila seperti yang dipahami banyak orang. Kongres di Medan hanya tetap menetapkan AD/ART HMI sama seperti Kongres sebelumnya di Bandung tahun 1981. Yaitu bahwa asas HMI adalah Islam.

Kongres Medan menjadi isu nasional karena Bang Gafur, yang katanya adalah kebijakan pemerintahan Orde Baru, berkehendak agar asas di Anggaran Dasar (AD) HMI berubah dari Islam menjadi Pancasila. Ide ini sudah muncul samar-samar di Kongres Ujung Pandang 1979 dan Kongres Bandung 1981. Dan, baru di Kongres Medan mulai kelihatan bentuknya.

Ketika saya terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI di Kongres Medan mulai saya merasakan panasnya isu itu. Alumni HMI terpecah dua, yang mendukung dan yang menolak. Beberapa Cabang ada yang nekad menyatakan dukungan asas Pancasila, saya dan PB HMI tidak punya pilihan lain kecuali membekukan Cabang HMI itu atau memberhentikan pengurusnya. Sampai tahun 1985, saya masih bertahan untuk tidak mengambil kebijakan apapun kecuali fokus pada perkaderan. Walau acara-acara HMI sejak Kongres Medan umumnya dilakukan tanpa izin dan tetap diam-diam dilakukan. Sebagian digrebek dan sebagian lagi lolos.

Hubungan dengan Bang Gafur tetap berjalan baik terutama sebagai senior di HMI. Tampaknya Bang Gafur bisa membedakan antara sebagai senior dan sebagai pejabat pemerintah. Sebagai senior, diskusi kami cukup enak tetapi bila sudah menyangkut kebijakan pemerintah tampaknya Bang Gafur menekankan kisi-kisi yang harus diperhatikan. Ambil contoh, Bang Gafur pernah mengatakan pada saya “Har, kalau kamu tidak buat sesuatu…tidak akan pernah ada izin Kongres HMI untuk kamu…” Atau lain kali, beliau menyatakan “sampai kiamat izin Kongres HMI gak akan diberikan pemerintah, kalau HMI tidak menerima asas Pancasila..” Padahal periode PB HMI cuma 2 tahun, dan sekarang sudah dua tahun yaitu 1983-1985. Tidak mungkin saya terus-menerus menjabat Ketua Umum PB HMI sampai kiamat, pasti HMInya akan bubar juga akhirnya. Saya tidak mau menjadi Ketua Umum PB HMI terakhir, karena bagi saya HMI itu seperti ayam yang bertelor-telor emas. Saya dan kader-kader HMI yang lahir dari perkaderan HMI itu yang akan menjadi telor emas, kader bangsa, menjadi pemimpin-pemimpin bangsa di masa depan. Kalau HMI bubar, tidak mungkin lahir lagi calon-calon pemimpin bangsa itu.

Setelah kami berkeyakinan bahwa pemerintah makin hari makin solid dengan konsep asas tunggal Pancasila, apalagi setelah saya melihat NU, Muhammadiyah juga sudah menerima akhirnya melalui sidang MPK HMI tahun 1985, HMI memutuskan menerima draft penerimaan asas Pancasila sebagai agenda untuk Kongres HMI mendatang yang ditetapkan di kota Padang. Izin kongres akhirnya dikeluarkan dan HMI aman dari ancaman pembubaran.

Hubungan dengan Bang Gafur sebagai senior tetap tidak berubah, tetapi sebagai pejabat pemerintah mulai berubah lebih baik pada HMI. Dan saya tidak menjadi Ketua Umum HMI terakhir.

Saya bahkan merasa bangga ketika saya nikah dengan istri saya, Amanah, yang kini sudah memberi 3 anak dan 2 cucu, Bang Gafur bersedia menjadi saksi nikah saya. Disamping saksi nikah satu lagi (alm.) Saleh Afiff. Saya merasa Bang Gafur sudah seperti Abang saya sejak itu. Sungguh bang, saya merasa sangat kehilangan atas kepergian Abang. Semoga Allah melindungi Abang di alam yang abadi. Aamiin.

DEPOK, 5 September 2020

 

HARRY AZHAR AZIS

Sahabat (alm.) Abdul Gafur

RELATED ARTICLES

Most Popular