SURABAYA – Menyusul berbagai elemen dan lembaga peduli kemanusiaan yang telah menyatakan kepedulian dan dukungan konkretnya terhadap Muslim Rohingya, puluhan amil zakat di Jawa Timur sepakat membentuk Komite Nasional untuk Solidaritas Rohingya (KNSR). Bertempat di Ruang Utama Darussalam Masjid Al-Falah Surabaya, selepas melaksanakan sholat Jumat (12/6), berbagai elemen dan lembaga itu mendeklarasikan berdirinya KNSR Jatim.
” Bersikap tegas secara bersama-sama, adalah langkah sadar untuk menghentikan krisis yang menimpa etnis Rohingya. Sekaligus jalan membenahi keimanan kita dan melapangkan amal Ramadhan yang sebentar lagi menyapa. Krisis Rohingya adalah prolog Ramadhan umat Islam sedunia,” ungkap Ibnu Hajar, relawan kemanusiaan KNSR Pusat.
KNSR dibentuk untuk melaksanakan dua mandat: advokasi dan diplomasi. Menurut Ibnu, melalui dua agenda besar ini, ribuan aktivitas karikatif fase tanggap darurat seperti layanan medis, trauma healing, pangan, sandang bahkan bantuan perlengkapan ibadah tidaklah cukup.
“Ada urusan serius yang kalau itu tidak didukung sebanyak-banyaknya elemen civil society, akan membuat sia-sia pertolongan kita selama ini. Seberapapun besar dana bantuan untuk fase darurat ini dikucurkan, akan sia-sia,” tegas Ibnu yang merupakan perwakilan KNSR Pusat Bidang Jaringan Kelembagaan.
Deklarasi yang dihadiri diantaranya YDSF Surabaya, Lembaga Manajemen Infaq (LMI), Aksi Cepat Tanggap (ACT), Rumah Zakat Jatim, BSMI Jatim, IKADI Surabaya, Kotak Amal Indonesia, Gerakan Peduli AKU BISA, Dompet Dhuafa Jatim, LPUQ Jombang, Qualita Insani Tulungagung, YPI Mojokerto RIZKI Jember, Radio Suara Muslim Network, JSIT Jatim, KAMMI Surabaya, Al-Azhar Peduli Umat, WAFA Al-Qur’an dan BEM Universitas Airlangga ini sepakat memilih Guritno dari LMI sebagai Ketua KNSR Jatim dan Muhammad Zubairi dari ACT sebagai Sekjen.
Dalam pidato pengukuhannya, Guritno menyatakan bahwa soal ungkapan “Muslim Rohingya” harus dipopulerkan. Walau sesaat sempat mengusik pegiat kemanusiaan Indonesia dan meminta untuk menghilangkan penyebutan muslim dan menyebut etnis agar lebih universal. Menurutnya itu tindakan tidak proporsional dalam memandang masalah yang ada.
“Ini (penyebutan etnis Rohingya) sikap tidak proporsional memandang masalah. Dunia saja menegaskan, korban genosida di Myanmar ini bukan karena etnisitasnya, tapi karena agamanya. Fakta ini membuat badan dunia PBB menyebut Muslim Rohingya sebagai komunitas paling teraniaya di dunia,” kata Guritno di depan puluhan perwakilan lembaga kemanusiaan Jatim yang memenuhi ruangan deklarasi.
Guritno juga menegaskan bahwa menjaga tetap hidupnya Muslim Rohingya dan menjaga mereka dari upaya ethnic cleansing yang dilakukan oleh kelompok ekstremis Budha dan terkesan didukung oleh pemerintahan junta milter Myanmar adalah tanggung jawab besar umat Islam.
“Dunia internasional berduyun-duyun peduli Muslim Rohingya, tapi siapa pihak paling berkepentingan agar mereka tidak punah? Siapa paling tergugat kalau mereka bercerai-berai kehilangan hak hidup di tempat mereka lahir? Ya umat Islam!” pungkas Guritno.
Hadirnya KNSR di Jawa Timur ini diharapkan merupakan awal merajut kepedulian lewat gerakan penyadaran, advokasi dan diplomasi yang sarat informasi terkini dari relawan kemanusiaan yang terjun langsung ke lapangan maupun para inisiator KNSR. (bm/bti)