Wednesday, April 24, 2024
HomeGagasanPemuda Muslim Millenial Di Tengah Propaganda Sosial Media

Pemuda Muslim Millenial Di Tengah Propaganda Sosial Media

 

Mengutip dari tulisan George Orwell dalam buku 1984 (1949:Ch.2), “Siapa yang mengendalikan masa kini, akan menguasai masa lalu. Siapa yang mengendalikan masa lalu, akan menguasai masa depan.” Rasanya memang tepat untuk mengambarkan pergerakan pemuda Muslim dari masa ke masa.
Menilik dari sejarah bangsa Indonesia, ketajaman pemikiran dan pertempuran di medan berdarah, sangat tidak dapat dipisahkan rasanya dari pergerakan pemuda Muslim. Sebut saja nama seperti Haji Mashudul Haq atau yang lebih terkenal dengan nama Haji Agus salim. Ketajaman pemikiran dan kejeniusan anak dari Soetan Salim yang bekerja sebagai kepala Pengadilan Tinggi Riau ini membuat Mashudul Haq muda lulus sebagai lulusan terbaik se Hindia Belanda dari sekolah khusus anak-anak Eropa dan bangsawanHoogere Burgerschool (HBS) di Batavia.
Debut Mashudul Haq muda di kancah internasional dimulai sekitar tahun 1906 pada usia 22 tahun. Ia dikirim untuk bekerja di kantor Konsulat Belanda di kota Jeddah, Arab Saudi. Namun, semakin tinggi ilmunya dalam dunia politik internasional, tidak melunturkan statusnya sebagai pemuda Muslim yang taat dan beriman. Ini dibuktikan dengan pendalaman ilmu agamanya selama bekerja di Konsulat Belanda. Selama di sana, ia menuntut ilmu agama dengan pamannya, seorang pemuda pada masanya yang lebih dulu menakhlukan dunia internasional dengan diangkatnya sebagai imam Masjidil Haram, orang pertama yang menjadi imam Masjidil Haram yang bukan keturnan Arab. Sang paman bernama Syaikh Ahmad Khathib Al-Minangkabawi Rahimahullah.
Bukan hanya ilmu agama saja, pada usia muda, Mashudul Haq bertempur di kancah internasional dengan bekal menguasai pelbagai macam bahasa, seperti Arab, Belanda, Inggris, Turki, Perancis, Jepang, Jerman dan pelbagai bahasa lainnya dengan pelbagai dialeg berbeda. Utuk bukti ia adalah pemuda yang zaman now pada masanya, ia menulis beberapa karya dalam pelbagai disiplin ilmu dan pelbagai bahasa. Karya terjemahanpun tak lepas dari dirinya, contoh saja yang baru-baru ini difilmkan, The Jungle Book (1894) karya Rudyard Kipling dengan judul terjemahan Mowgli, Anak Didikan Rimba (1934).
Peran sang paman bukan hanya sampai pada memberikan pendidikan ilmu agama, tapi juga ilmu diplomasi internasional. Anak-anak dari Ahmad Khathib juga menjadi pemuda-pemuda Minangkabau yang menjadi duta besar di pelbagai negara mewakili Arab Saudi. Murid-muridnya yang datang dari Indonesia menjadi pemuda-pemuda tangguh yang menjadi tonggak berdirinya bangsa Indonesia. Bukan cuma Haji Agus Salim, tapi nama-nama seperti K.H. Ahmad Dahlan yang mempersatukan bangsa dengan Muhammadiyahnya, K.H. Hasyim Asy’ari dengan Nahdatul Ulamanya, Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) ayah dari Buya Hamka, beberapa ulama yang mendirikan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) di Minangkabau dan pelbagai tokoh pergerakan pemuda Muslim dari teras depan dan tonggak kemerdekaan Indonesia.
Sebagai Mufti di Arab Saudi, Ahmad Khathib adalah lulusan Kweekschool pada tahun 1871. Ia adalah seorang pemikir, pendidik, cendekiawan, ilmuan Muslim yang menguasai dan ahlifiqih, sejarah, aljabar, ilmu falak(astronomi), ilmu hitung, dan ilmu ukur (geometri).
Memasuki zaman millenial, harusnya pemuda Muslim yang beriman mampu berkembang mengikuti arus zaman dengan tidak meninggalkan identitas dan jati dirinya sebagai pemuda Muslim yang terpelajar dan terdidik, tidak mudah terprofokasi, tidak termakan hoax dan isu-isu liar, dan berpegang teguh pada budaya-budaya bangsa yang segalanya berawal dari pemikiran matang dan gemar berfikir serta belajar.
Namun nyatanya, pada era yang dimana sebagian pemuda menempatkan posisi sebagai masyarakat awam yang susah membedakan yang mana hoaxdan mana kebebasan berpendapat, isu pemecah belah dan politik-politik kotor seakan berkembang pesat dan tidak mudah dikontrol lagi.
Seperti pembahasan diatas. Pemuda Muslim harusnya menunjukan sikap keberpihakan kepada pergerakan dan perjuangan Islam dan ulama, namun tidak berarti harus dengan cara yang buruk seperti membuat dan menyebarkan berita bohong atau hoaxdan tidak hate speech atau berujar kebencian. Bagaimanapun caranya, pemuda Muslim yang beriman harus mampu untuk menjaga marwak konstitusi dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) apapun konsekuensinya, seperti yang telah dilakukan oleh pemuda-pemuda Muslim terdahulu yang berjuang dengan akal sehat dan darah untuk membangun kostitusi dan NKRI tanpa menanggalkan kepribadian sebagai seorang Muslim yang cerdas dan taat. Pemuda Muslim harus tetap berada pada jalur kebenaran dan dapat menekan penyebaran isu-isu hoax serta ujaran kebencian dengan prinsip mendidik dan terdidik di tengah masyarakat global.
Yang mengejutkan, beberapa waktu yang lalu terjadi penangkapan beberapa pemuda yang diduga sebagai anggota organisasi Muslim Cyber Army (MCA). Walaupun belum dapat dipastikan bahwa mereka adalah organisasi yang sistematis, terstruktur dan masif. Mereka berindikasi terlibat dalam penyebaran ujaran kebencian dan penyebaran hoax di dunia maya. Namul sangat disayangkan, perbuatan melanggar hukum ini mengklaim bahwa mereka adalah organisasi pergerakan Islam dengan menambah embel-embel Muslim pada nama mereka.
Seperti yang dikutip dari Antara(1/3/2018), organisasi ini dikecam oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Melalui Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa’adi yang menegaskan bahwa kecamam MUI terhadap perbuatan MCA yang bukan saja melanggar hukum yang berlaku di Indonesia, namu juga sangat bertentangan dengan hukum syariah dan haram.
Hal yang melukai hati masyarakat Muslim adalah penggunan kata Muslim yang merupakan identitas keagamaan. Sebaiknya, dalam kebijakan hukum, proses hukum mereka dapat dibebaskan dari embel-embel Muslim karna dapat menrujuk pada penistaan. Menurut MUI, penggunaan kata Muslim adalah tindakan telah merusak dan menodai kesucian dan keluhuran ajaran Islam.
Dengan semakin maraknya perbuatan ujaran kebencian dan penyebaran hoax di dunia maya, MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Ber-muamalah melalui Media Sosial. Isinya menjelaskan tentang Muslim yang ber-muamalah melalui media sosial, hukumnya haram melakukan ghibah (membicarakan aib orang lain), menyebar fitnah, namimah(adu domba), menebar permusuhan dan aksi perusakan serta bullying.
Maraknya perkembangan teknologi informasi di era modern selaras dengan tumbuh kembangnya penyalahgunaan teknologi sebagai alat propaganda dan penyebaran hoax di Indonesia. Pembangunan opini publik bukan lagi dilakukan gerakan-gerakan bawah tanah, tapi sudah mulai dilakukan dengan berada di permukaan masyarakat internet yang sekarang dikenal dengan sebutan warga net. Penyebaran yang cepat dan masif mampu menciptakan kengerian yang sangat membahayakan kerukunan masyarakat Indonesia sendiri yang hidup di tengah kultur yang rumit dan kompleks.
Sepakat dengan John Locke, bahwa semua manusia bersifat independen, tidak saling menyakiti kehidupan, kesehatan, kebebasan dan harta (Second Treatise of Government, 1689). Namun perkembangan hoaxsudah memasuki tahap yang mencemaskan sebagai dampak dari kesalah pahaman terhadap kebebasan itu sendiri. Perkembangannya ditakutkan akan sampai pada tahap pengendalian kebenaran yang pada akhirnya melahirkan logical fallacy(kesesatan fikiran) dan berdampak pada sentimentil serta ideologi-ideologi yang radikal dan mengandung unsur kebencian didalamnya.
Pada saat ini, seolah-olah kita menunggu saat dimana kita akan dipermainkan oleh segelintir orang-orang yang mampu mempropaganda diri kita pribadi ataupun dalam ruang lingkup yang lebih besar lagi. Pada masa itu kita akan sangat sulit membedakan siapa yang benar siapa yang salah. Menurut salah satu tulisan dari Denny JP, seorang Konsultan Politik dan penggiat lembaga survey Indonesia, fase itu sudah masuk pada fase dimana segala sesuatunya tanpak bias, ia menuturkan bahwa bisa saja bahwa A yang menyerang B, atau bisa B menyerang A, bahkan bisa seolah-olah kita melihat A dan B saling menyerang tapi nyatanya pihak ketiga lah yang menciptakan pola pikir kita untuk melihat A dan B saling menyerang.
George Orwell (1903-1950) pernah berujar, “Semua propaganda perang, semua teriakan kebohongan dan kebencian, selalu datang dari orang yang tidak ikut berperang.” Begitulah kira-kita kasus-kasus hoax dan ujaran kebencian serta propaganda yang terjadi pada dewasa ini. Seperti yang dilakukan organisasi MCA, kita tidak pernah tahu siapa yang menulis berita, yang merangkum isu dan yang menebar ke ranah publik. Semuanya dilakukan dengan tertutup, sangat tidak jelas kredibilitas dan kompetensi dari si penulis dan penyebar. Namun di tengah masyarakat, isu tersebut bergerak dengan bebas, bahkan saling sebar dari pribadi-pribadi yang terhasut atau yang direkrut untuk menghasut.
Kekejamannya tidak hanya sampai pada penyebaran isu saja, tapi sudah mulai mempengaruhi pola pikir dari masyarakat awam atau mereka yang menempatkan posisi untuk tidak peduli. Efeknya, masyarakat awam sangat gampang diprovokasi, mulai saling membenci bahkan sampai saling serang dengan tindakan anarkis.
Sudah saatnya pemuda Muslim bergerak dan merapatkan barisan untuk menjaga keutuhan NKRI. Menjunjung tinggi nilai-nilai solidaritas dan saling menghargai untuk dapat sama-sama menekan penyebaran hoax, ujaran kebencian dan propaganda yang sangat merusak dan merugikan kerukunan umat beragama.
Gerakan pemuda Muslim seyogianya dapat menangkal bahkan memberantas tindakan-tindakan provokatif dari para pencipta dan penyebar hoax, ujaran kebencian serta aksi-aksi propaganda yang dapat menghancurkan keutuhan dan kerukunan masyarakan Indonesia. Gerakan pemuda Muslim Indonesia yang bergabung dalam organisasi dan komunitas-komunitas terpelajar dapat menjadi tonggak utama terciptanya kedamaian dan keadilan serta mengawal konstitusi untuk tetap berjalan sebagaimana seharusnya.
Untuk kemajuan pemuda Muslim sebagai putra bangsa yang memegang teguh konstitusi dengan landasan kebhinekaan dengan tidak meninggalkan identitas sebagai masyarakat Islam terbesar di dunia yang juga memegang teguh prinsip Syariah Islamiyah dan semakin menjadi pemuda Muslim yang terdidik dan beradab untuk memajukan bangsa dan mampu bersaing dengan masyarakat Muslim modern lainnya di pelbagai dunia.
Semangat persatuan dari pemuda-pemuda Muslim Indonesia adalah salah satu cara untuk menekan aksi-aksi perusakan pola pikir dan penanaman paham kebencian yang sedang gencar dan masif di Indonesia. Seperti yang pernah diutarakan K.H. Ahmad Dahlan, “Berusahalah menjadi orang Islam yang berani menunjukan identitas yang sebenarnya, bukan malah ingin menyembunyikannya. Kasih sayang dan toleransi adalah kartu identitas orang Islam.”

 

MUTTAQIN KHOLIS ALI

Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang dan Pegiat IT dan Literasi

RELATED ARTICLES

Most Popular