JAKARTA – Senin (13/5/2019) malam, setelah mendapat tekanan publik yang cukup masif, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menurunkan tarif batas atas (TBA) pesawat udara, sebesar 12-16 persen. Penurunan tersebut akan dirilis dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Perhubungan yang diharapkan bisa selesai dalam dua hari ke depan mengingat Lebaran sudah dekat.
Menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menyatakan bahwa langkah Menhub tersebut bisa dipahami pada konteks public services. Sebab sebagai regulator, menurut Tulus, Kemenhub memang punya otoritas untuk mengatur TBA pesawat udara, sebagamana diatur dalam UU tentang Penerbangan. Namun, langkah Menhub diduga karena klimaks dari “kejengkelan”nya atas masih tingginya tarif pesawat udara.
“Tarif tiket dari pihak maskapai memang belum melanggar ketentuan TBA, tetapi yang diharapkan publik konsumen, khususnya Garuda, bisa menurunkan harga tiketnya. Harga avtur sudah diturunkan. Tapi langkah Garuda ini belum dilakukan oleh semua maskapai;,” ujar Tulus.
Tulus menambahkan bahwa penurunan persentase TBA di atas kertas bisa menurunkan tarif tiket pesawat, tapi secara praktik belum tentu demikian. “Faktanya semua maskapai telah menerapkan tarif tinggi. Rata-rata di atas 100 persen dari tarif batas bawah. Persentase TBA turun tidak akan mampu menurunkan harga tiket yang terlanjur tinggi,” imbuhnya.
Karenanya, pihak YLKI mengkhawatirkan, setelah Menhub menurunkan TBA, akan direspon negatif oleh maskapai dengan menutup rute penerbangan yang dianggap “kering”, atau setidaknya mengurangi jumlah frekuensi penerbangannya. Jika hal ini terjadi maka akses penerbangan banyak yang akan tutup, khususnya di Indonesia bagian Timur, remote area. Sehingga publik akan kesulitan mendapatkan akses penerbangan.
Oleh karena itu, YLKI mendorong apabila pemerintah memang ingin menurunkan tiket pesawat, seharusnya bukan hanya dengan mengutak-atik formulasi TBA saja, tetapi bisa menghilangkan atau menurunkan PPN tarif pesawat, sebesar 5 atau 10 persen.
“Jadi pemerintah harus fair, bukan hanya menekan maskapai saja, tetapi pemerintah tidak mau mereduksi potensi pendapatannya, yaitu menghilangkan atau menurunkan PPN tiket pesawat,” tandasnya.
(bm/bti)