Tuesday, April 16, 2024
HomeHukumPembagian Warisan Bagi Pasangan Childfree Menurut Pakar Hukum

Pembagian Warisan Bagi Pasangan Childfree Menurut Pakar Hukum

 

Gita Savitri dan Paul Partohap adalah contoh pasangan yang memilih untuk menjalani kehidupan rumah tangga dengan prinsip childfree. (foto: istimewa)

SURABAYA – Childfree menjadi topik pembicaraan hangat di tengah masyarakat akhir-akhir ini. Sehingga, muncul pertanyaan tentang pembagian warisan seseorang yang memilih childfree menurut hukum Islam. Berkaitan dengan hal itu, pakar hukum Fiska Silvia Raden Roro, SH., MM., LLM., mengatakan bahwa berdasarkan Pasal 174 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI), penggolongan ahli waris dibedakan menurut hubungannya dan bagiannya.

Menurut hubungannya, lanjut Fiska, penggolongan ahli waris dibedakan menjadi dua yaitu, pertama, menurut hubungan darah seperti anak, ayah, ibu, paman, saudara, kakek, dan nenek. Kedua, yaitu menurut hubungan perkawinan seperti janda dan duda.

“Jika semua ahli waris masih hidup, maka yang berhak sebagai ahli waris adalah anak, ayah, ibu, janda, atau duda,” jelas Fiska pada media ini.

Sedangkan menurut bagiannya, Fiska melanjutkan, juga dibedakan menjadi dua yaitu pertama, golongan dzawil furudh atau golongan yang sudah ditentukan nilai bagiannya dalam Al-Quran. Lalu yang kedua adalah golongan ashabah atau golongan yang mendapat bagian sisa warisan setelah dibagikan kepada seluruh ahli waris golongan dzawil furudh.

“Asas utama pembagian warisan yaitu asas jibari. Asas jibari adalah pembagian warisan berdasarkan ketentuan Allah SWT karena-Nya Maha Penyantun. Sehingga Allah SWT yang menyantuni ahli waris secara langsung, bukan pewaris,” imbuh Fiska.

Oleh karena itu, menurut Fiska, dasar hukum pembagian warisan di Indonesia yaitu QS An-Nisa ayat 7, 11, 12, 13, 14, dan 176 dan selain itu, diatur pula dalam KHI Pasal 171-214.

Lebih lanjut, Fiska menjelaskan tentang besaran bagian warisan. Pertama, bagian janda yaitu seperempat jika pewaris tidak memiliki anak dan seperdelapan jika pewaris memiliki anak. Kedua, bagian duda yaitu seperdua jika pewaris tidak memiliki anak dan seperempat jika pewaris memiliki anak.

Ketiga, bagian ayah yaitu ashabah jika pewaris tidak memiliki anak laki-laki dan seperenam jika pewaris memiliki anak laki-laki. Sebagai catatan, jika bagian ayah adalah ashabah maka bagian ibu adalah sepertiga dan jika bagian ayah seperenam maka bagian ibu juga seperenam.

Keempat, tentang bagian ibu, jika pewaris yatim, tidak memiliki anak, dan memiliki dua saudara atau lebih maka bagian ibu adalah seperenam. Sedangkan jika pewaris yatim, tidak memiliki anak, dan tidak ada dua saudara atau lebih maka bagian ibu adalah sepertiga.

Kelima, bagian anak perempuan yaitu setengah jika anak perempuan tunggal, dua per tiga jika anak perempuan lebih dari satu, dan ashabah jika mewaris bersama saudara laki-laki dengan perbandingan satu banding dua. Keenam, bagian anak laki-laki selalu ashabah.

“Jika seorang pewaris laki-laki meninggalkan janda tanpa anak maka warisan jatuh kepada janda seperempat dari warisan,” terang Fiska.

Fiska melanjutkan, untuk tiga perempat dari warisan lainnya dapat dibagikan kepada ahli waris lainnya. Akan tetapi, jika ahli waris lainnya tidak ada, maka terdapat dua opsi. Opsi pertama yaitu diserahkan kepada Baitul Maal untuk kepentingan Islam dan amal jariyah pewaris. Opsi kedua yaitu diserahkan seluruhnya kepada janda.

“Jika seorang pewaris perempuan meninggalkan duda tanpa anak maka warisan jatuh kepada duda setengah dari warisan,” jelasnya.

Untuk setengah dari warisan lainnya, lanjut Fiska, dapat dibagikan kepada ahli waris lainnya. Akan tetapi, jika ahli waris lainnya tidak ada, maka terdapat dua opsi.

“Opsi pertama yaitu diserahkan kepada Baitul Mal untuk kepentingan Islam dan amal jariyah pewaris. Opsi kedua yaitu diserahkan seluruhnya kepada duda,” pungkas dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga itu.

(mar/pkip/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular