Saturday, April 20, 2024
HomeHukumLanjutan Kasus Premanisme dan Pengusiran Wartawan, Polisi Panggil 4 Saksi

Lanjutan Kasus Premanisme dan Pengusiran Wartawan, Polisi Panggil 4 Saksi

Tim Kuasa Hukum wartawan Fadila Saputra yang mengalami aksi premanisme yang diduga dilakukan oleh ajudan Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru di DPRD Kota Pekanbaru, Jumat (8/5/2020) lalu. Kedua kuasa hukum ini adalah Anifam Tanjung, SH dan Ferry Sapma, SH. 

 

PEKANBARU – Proses penyelidikan terhadap aksi premanisme yang dilakukan ajudan Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru, T. Azwendi Fajri pada beberapa waktu lalu terhadap wartawan di Polsek Pekanbaru Kota sudah berjalan.

Sesuai dengan surat SP2HPL dari Polsek Pekanbaru Kota nomor: B/54/VI/2020/Reskrim tentang perkembangan hasil penelitian laporan telah memanggil 4 orang saksi.

Menurut Kuasa Hukum Fadila Saputra, Anifam Tanjung, SH didampingi Ferry Sapma,  SH mengatakan bahwa pihaknya telah menerima hasil SP2HPL dari Polsek Pekanbaru Kota.

“Kita sangat apresiasi kinerja penyidik Reskrim Polsek Pekanbaru Kota yang melaksanakan tugas sebaik mungkin. Kemudian, kami meminta rencana pemanggilan terlapor segera direalisasikan. Karena biar semua terang benderang di mata hukum,” ujarnya.

Menurutnya, kedepan siap bekerja sama dengan penyidik untuk saling membantu mengungkap kebenaran tentang kasus hukum ini demi terciptanya hukum yang seadil-adilnya.

“Kasus pengusiran, penghinaan terhadap klien kami yang merupakan wartawan dan pemilik media ini harus diusut tuntas sesuai undang-undang yang berlaku dengan tidak mengenyampingkan UU no 40 tahun 1999 tentang pers,” tegas Anifam SH.

Sebelumnya, Ketua DPRD Pekanbaru sangat menyayangkan pengusiran wartawan dengan tindakan premanisme. Apalagi dikatakannya bahwa sidang saat itu (Jumat, 8/5/2020) bersifat terbuka, yakni membahas masalah anggaran penanganan Covid-19.

Ketua DPRD Pekanbaru, Hamdani menegaskan di depan Kapolres Pekanbaru, AKBP Nandang Mu’min Wijaya, Jumat pagi (15/5/2020) agar penegak hukum mengusut tuntas tindakan premanisme pada wartawan ini.

“Saya mendukung penuh laporan ini, usut tuntas kasus premanisme terhadap wartawan di gedung rakyat,” pintanya. Dirinya sangat mengecam dan menyayangkan kejadian pada pekan lalu tersebut.

Sementara itu, Kapolres Pekanbaru, AKBP Nandang Mu’min Wijaya di depan Ketua DPRD Pekanbaru mengaku telah menerima laporan tersebut. Dikatakan bahwa aaat ini pihak Kepolisian sedang menindaklanjutinya.

Sebagaimana diketahui, peristiwa premanisme dan pengusiran wartawan di gedung DPRD Kota Pekanbaru tersebut menjadi viral akibat dilakukan oleh ajudan Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru dari Partai Demokrat, T. Azwendi Fajri. Dugaan muncul berkembang pada tindak tanduk wakil rakyat itu selama ini. Jangankan terhadap rakyat, pada wartawan pun masih sempat mereka lakukan aksi premanisme.

Untuk diketahui, tindakan kekerasan aksi premanisme pengusiran dan penghinaan pada wartawan ini diduga dilakukan oleh oknum Ade Barto alias Ade Marton dan Raden Marwan (Staf protokol Sekwan DPRD Kota Pekanbaru). Sebagaimana diketahui, Ade Barto merupakan ajudan T. Aswendi Wakil Ketua DPRD kota Pekanbaru.

Kekerasan itu dilakukan pada saat Fadila Saputra sedang melakukan peliputan di DPRD Kota Pekanbaru dalam agenda Rapat Kerja Gabungan Komisi terkait refocusing anggaran APBD Kota Pekanbaru pada Jumat, (8/5/2020) pukul 11.00 WIB di ruang rapat Paripurna DPRD Kota Pekanbaru. Rapat itu bersifat terbuka, yakni dalam artian jangankan insan pers, masyarakat pun boleh menghadiri dan memantau rapat yang membahas anggaran Covid-19 itu.

Mengenai aksi premanisme di gedung rakyat tersebut, sudah dilaporkan dengan No Laporan STPL: B/STPL/43/V/2020/RIAU/RESTA PEKANBARU/SEKTOR PBR KOTA.

Selain dugaan tuduhan penghinaan saja dan pengusiran, tersangka dapat dijerat dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1999 pasal 18 ayat (1) yang berbunyi : Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).

(AnharRosal/bti)

RELATED ARTICLES

Most Popular