JAKARTA – Koordinator Koalisi Tolak Holding Ultra Mikro Suroto menyebut rencana kebijakan holding ultra mikro bakal mematikan Koperasi dan semua Lembaga Keuangan Mikro (LKM) milik masyarakat. Pasalnya menurut Suroto, kebijakan tersebut hanya akan memunculkan penyeragaman (monokulturisasi) kelembagaan keuangan, dimana peran yang dominan nantinya akan muncul dari lembaga keuangan milik pemerintah saja.
“Kebijakan tersebut akan berdampak mematikan lembaga keuangan milik masyarakat semacam Koperasi, LKM, maupun Baitul Mal Waltamsil yang selama ini telah bergerak melayani kelompok mikro,” ujarnya dalam keterangan pers, Senin (21/6/2021) pagi.
Pakar Koperasi dan UMKM ini juga menyatakan pemerintah seharusnya melihat dan memperhatikan lembaga keuangan mikro milik masyarakat yang sudah hidup dan eksis sejak lama sebagai instrumen penting dalam menyelamatkan ekonomi masyarakat kecil. Lembaga keuangan seperti ini, ungkap Suroto, tetap mampu bertahan hidup meski tanpa bantuan dan fasilitas kebijakan pemerintah. Misalnya Koperasi Kredit (Credit Union) yang sejak tahun 1970 hingga saat ini mampu memberikan akses manfaat bagi 3,2 juta anggota, dengan nilai aset tabungan sebesar Rp 36 triliun.
“Padahal mereka harus bersaing dengan bank dan BUMN yang mendapat berbagai fasilitas istimewa dalam bentuk Lembaga Penjaminan Simpanan ( LPS), Dana Penempatan dan Modal Penyertaan pemerintah, lembaga jaminan kredit, serta dana talangan ( bailout) ketika bangkrut,” jelas dia.
Jika holding ultra mikro sampai terbentuk, Suroto khawatir masyarakat kecil akan semakin kesulitan untuk mempertahankan aktivitas ekonomi mereka saat dilanda krisis ekonomi. Sebab, ungkapnya, masyarakat tidak akan memiliki opsi lain untuk mendapatkan akses kredit selain dari pilihan yang disediakan holding ultra mikro.
Sebagaimana diketahui, sejumlah aktivis dan organisasi masyarakat sipil mendeklarasikan diri terbentuknya Koalisi Masyarakat Sipil untuk menolak rencana kebijakan holding ultra mikro pada 18 Juni 2021 lalu. Mereka antara lain Suroto (Pegiat Koperasi), Megel Jekson (Peneliti Pusat Kajian Keuangan Negara), Fuad Adnan (Eksponen 98 dan pendiri Rumah Perkara), Amrul Hakim (Pegiat Koperasi Film dan Jaringan Rakyat Kendal), Areng Permana (Forum Intelektual Bangka Belitung) dan sejumlah nama lain yang tersebar di sebagian wilayah Indonesia. Koalisi ini menganggap rencana holding ultra mikro bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi dan persaingan usaha yang sehat.
(bm/bti)