Friday, October 11, 2024
spot_img
HomePendidikanJari Pena: Guru se-Indonesia Introspeksilah! Lewat Musibah, Allah Ingin Menunjukkan Praktek Kotor...

Jari Pena: Guru se-Indonesia Introspeksilah! Lewat Musibah, Allah Ingin Menunjukkan Praktek Kotor di Sekolah!

ilustrasi. (foto: Raisan Al Farisi/ANTARA)

Jakarta, – “Dunia pendidikan Indonesia berduka setelah kemunculan musibah yang terjadi pada bus yang membawa siswa SMK di Depok menyebabkan 11 siswanya tewas. Mereka yang seharusnya menjadi pelanjut angkatan penerus bangsa harus mati sia-sia akibat musibah yang terjadi pada acara piknik berkedok study tour yang diadakan sekolahnya,” ujar Agung Nugroho, Pendiri Jaringan Relawan Indonesia Untuk Pendidikan Nasional (Jari Pena), pada media ini, Kamis (16/5/2024).

Dari musibah itu, lanjut Agung, banyak terungkap betapa piknik yang berkedok study tour itu sudah bermasalah dari awal.

“Kita semua orangtua murid ini, sudah paham bagaimana permainan pihak sekolah yang menjadikan siswa dan orang tua murid sebagai konsumen bisnis mereka, dengan berbagai dalih yang disangkutpautkan dengan aktivitas pendidikan di sekolah, acapkali siswa dan orangtua murid jadi sapi perahan dari uang pungutan yang dilakukan sekolah,” imbuh Agung.

Bahkan menurut pria yang juga merupakan aktifis Reformasi 98 itu, ada joke di kalangan orangtua murid yaitu “kalau bisa memungut uang kenapa harus manut pada peraturan”, yang menunjukkan kejengkelan masyarakat pada praktek pungutan di sekolah yang bersifat konspiratif dan ilegal. Bahkan tidak jarang pihak sekolah menggunakan komite dan kordinator kelas (korlas), lanjutnya, sebagai ‘centeng’ dan ‘debt collector’ agar pungutan di sekolah berjalan sukses.

“Musibah siswa Depok, meledakkan kekesalan masyarakat terhadap dunia pendidikan di sekolah. Terkuaklah piknik berkedok study tour yang sudah lama menjadi ajang bisnis pihak sekolah,” tukas Agung.

Kejadian Depok menurut Agung, menambah panjang daftar kekesalan masyarakat terhadap praktek pungutan di sekolah. Setidaknya Agung menjelaskan beberapa praktek pungutan di sekolah yang sering terjadi, mulai dari uang kas kelas, uang peringatan acara, hadiah akhir tahun untuk guru dan wali kelas, patungan beli kipas angin, patungan beli dispenser, patungan hadiah pernikahan guru, uang LKS, uang foto copy buku paket hingga uang perpisahan.

Pendiri JARI PENA, Agung Nugroho. (foto: ist)

“Uang ini, uang itu, uang di sana dan uang di sini yang dalam memungutnya justru kerapkali disertai dengan paksaan dan bully terhadap orangtua yang tidak mampu dan akhirnya terpaksa ikut, lebih-lebih ada banyak praktek ikut tidak ikut ternyata tetap harus bayar,” paparnya detail.

Dari musibah Depok inilah, lanjut Agung, seharusnya pihak sekolah mawas diri dan menjadikan bahan perenungan dimana musibah yang terjadi di Subang tersebut dapat dijadikan momentum untuk menguak praktek pungutan di sekolah yang sejatinya membebani biaya hidup orang tua murid. Bukan malah bertameng pada profesi sebagai guru lalu membela diri dan meminta belas kasih kepada masyarakat.

“Justru seharusnya guru dan kepala sekolah berpikir untuk tidak lagi melakukan praktek pungutan di sekolah dan menjalankan tugas sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Agung.

“Tetap semangat para guru, tetap menjadi lilin bercahaya di tengah kegelapan, guru se-Indonesia sudah waktunya, Introspeksilah! pungkas Agung.

(bus/rafel)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Berita Terbaru

Most Popular