JAKARTA- Pemerintah diminta tidak menyederhanakan kasus Lion Air dan kemudian disusul kasus Air Asia di Bandara Internasional Ngurah Rai kemarin (17/5/2016). Demikian disampaikan oleh pengamat politik senior Rahman Sabon Nama kepada redaksi.
“Saya ingatkan jangan menggampangkan kasus ini, bukan sesuatu kesalahan biasa, dengan hanya menyalahkan supir bus penjemput. Berdasarkan informasi dari sumber yang terpercaya bahwa kasus ini bukan pertama kali dan diduga modus kesengajaan,” ujar Rahman dengan nada tegas.
Menurut Rahman berdasarkan penggalian info dirinya menemukan fakta bahwa Kabid Pendaratan Imigrasi setelah melakukan kroscek dengan pihak Lion Air atas perihal kasus tersebut bahwa benar penerbangan dengan pesawat Lion Air JT 161 yang tiba di Jakarta dari Singapura pkl 19.30 wib. Kemudian pilot pesawat mendaratkan pesawatnya di terminal satu (terminal domestik) bukan bukan terminal dua sebagaimana lazimnya pendaratan penerbangan internasional, akhirnya seluruh penumpang keluar melalui Terminal 1 domestik tanpa melalui pemeriksaan imigrasi.
“Dari penelusuran informasi yang saya lakukan, penjaga ground crew Lion Air tidak mengarahkan penumpang untuk cap imigrasi yang sudah merupakan kewajiban protokol bagi penerbangan dari luar negeri,” imbuh Rahman.
Oleh karenanya, terkait dengan hal tersebut, apabila pilot pesawat Lion Air tersebut merupakan WNI maka Rahman menyarankan agar mencabut lisensi pilotnya dan apabila WNA agar diusut dan diusir dari Indonesia, karena telah melakukan kejahatan terhadap negara, dengan sengaja mendaratkan pesawat Lion Air di terminal domestik bukan internasional.
“Jangan korbankan supir bus dengan melindungi jaringan pelaku kejahatan terselubung, karena itu kasus ini harus diusut tuntas jangan menggampangkan masalah dengan mengkambinghitamkan supir bus penjemput,” tuturnya.
Rahman sangat tegas untuk kasus ini karena dalam analisisnya bisa saja kasus ini bermotif politik dengan memasukan agen asing untuk mengganggu keamanan dalam negeri Indonesia. Bahkan juga bisa merupakan bagian dari bisnis hitam kelas atas tertentu seperti pencucian uang, perdagangan obat terlarang atau memasukkan tenaga kerja ilegal.
Untuk menindaklanjuti dan mengusut tuntas kasus yang tidak sederhana ini, Rahman Sabon Nama mengusulkan agar pemerintah segera membentuk tim penyelidik kasus ini dengan melibatkan Irjen Kementerian Perhubungan, Dirjen Imigrasi, BIN, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Tenaga Kerja. Hal ini penting mengingat jika benar merupakan modus memasukkan pekerja asing ilegal bisa saja mereka mengubah identitas dengan menggunakan paspor WNI.
“Dari kejadian dengan mendaratkan WNI dan WNA, maka secara keimigrasin menjadi illegal entry. Status izin tinggal WNA menjadi illegal stay tanpa dilengkapi dengan perizinan keimigrasian dan perlu juga mewaspadai adanya jaringan mafia untuk membuat paspor baru WNI untuk mereka,” saran Rahman dengan nada serius.
Bagi Rahman, pihak terkait mesti melihat peristiwa ini sebagai adanya indikasi dan potensi pelanggaran masuknya agen asing yang berpotensi menciptakan kerusuhan dan kejahatan yang bisa mengancam dan membahayakan keamanan dan keselamatan negara. Hal ini cukup beralasan mengingat potensi WNI dan WNA yang masuk dalam daftar cekal menjadi tidak terdeteksi, bisa juga membawa obat terlarang dan dapat pula melakukan kejahatan terorisme di Indonesia. Apalagi penumpang internasional tidak tercatat dalam sistem BCM imigrasi.
“Rekomendasi dan saran saya adalah periksa pemilik Lion Air agar tidak dituduh melakukan bisnis hitam dan bila perlu cabut ijin penerbangannya dan cabut pula lisensi pilot pesawat Lion Air JT 161. Apa jadinya negeri ini apabila Lanud Halim Perdanakusuma dikuasi Lion Air? Bisa-bisa semua penumpang penerbangan luar negeri bebas pemeriksaan imigrasi,” pungkas Rahman.
(bm/bti)