Tuesday, May 7, 2024
HomePolitikaGelar JustClub, Kaum Muda Surabaya Minta Pemerintah Lebih Social Based Bukan Market...

Gelar JustClub, Kaum Muda Surabaya Minta Pemerintah Lebih Social Based Bukan Market Based

Sekumpulan anak muda Surabaya menggelar JustClub di Rasa Baru Cafe Surabaya, Selasa (31/10/2023) malam. Mereka mengeritisi sejumlah kebijakan yang dinilai lebih berorientasi pasar daripada sosial. (foto: istimewa)

SURABAYA – Puluhan kaum muda Surabaya berkumpul dalam JustClub (Club for Social Justice) yang digelar BersamaIndonesia Chapter Surabaya untuk membincangkan pembangunan kota yang berkeadilan. Dalam diskusi tersebut mengemuka perlawanan terhadap kebijakan publik yang tidak logis (illogical policy).

Salah satu yang disorot adalah belum seriusnya penyelenggara kota mengelola transportasi publik.

“Aksesibilitas jadi persoalan utama di Surabaya, padahal kota ini punya kapabilitas dalam pembangunan tapi susah diakses oleh warganya sendiri karena tidak memadainya transportasi publik,” kata Indra dari Forum Diskusi Transportasi Surabaya (FDTS), di Rasa Baru Cafe Surabaya, Selasa (31/10/2023) malam.

Senada, Co-Founder BersamaIndonesia Dr Rahmat Yananda menyebut negara lebih memilih memperoleh pendapatan negara dari produksi kendaraan pribadi hingga jalan tol, ketimbang membangun transportasi publik yang memadai.

“Jalanan yang dibangun pemerintah itu adalah lahan parkir terbesar untuk kendaraan pribadi, selama kendaraan masih bisa bergerak walau macet parah, maka selama itu pula kendaraan pribadi lebih diprioritaskan karena menguntungkan negara dari segi pajak, ini jelas illogical policy,” ungkap Rahmat.

Padahal, jika berbicara dalam konteks keadilan sosial, negara semestinya, lanjutnya, lebih memprioritaskan transportasi publik yang bisa diakses berbagai pihak tanpa memandang kelas.

“Di sinilah bedanya citizen dengan konsumen. Relasi kita dengan negara itu citizen, dimana negara berkewajiban menyediakan fasilitas publik yang pertimbangan utamanya bukan untung rugi. Namun yang terjadi sekarang negara malah berbisnis dengan rakyatnya, seperti membangun jalan tol dengan tarif yang tinggi,” tegas Rahmat.

Sementara itu, Adit dari Koalisi Pejalan Kaki menyebut penggunaan transportasi publik masih belum jadi kesadaran utama masyarakat, karena tak mau menjadikan jalan kaki sebagai mobilitas utama. Di samping belum tersedianya akses trotoar yang memadai dan merata.

Terkait, kesadaran publik agar mengubah perilakunya. Rahmat menggarisbawahi pentingnya pemerintah kota memotorinya.

“Sebab yang dimaksud Kota itu bermakna perencanaan dan pengaturan dengan penyelenggaraan bersama menuju perubahan perilaku. Jadi tak bisa kita berharap terjadi perubahan perilaku yang masif kalau tidak ada namanya participatory planning dari negara,” ujarnya.

Terlebih, menurut Rahmat, illogical policy ini tak hanya terjadi di sektor transportasi publik, namun holistik mencakup berbagai sektor.

“Logika yang salah ini harus kita lawan. Membalik private logic ke social logic, mana yang hak sebagai warga, dan kewajiban sebagai konsumen, kalau semua konsumen buat apa pemerintah?. Negara dan kota jangan market based tapi social based, cari duit jangan dari rakyat tapi dari sektor privat,” tegasnya.

Menurutnya, jika kaum muda hari ini tidak melawan illogical policy, di masa depan situasi akan semrawut. Terlebih ketika negara menjual berbagai sumber daya yang ada pada pasar. Contohnya ruang atau akses terhadap kepemilikan lahan, akan habis di masa depan dan tak tersisa untuk generasi masa depan. Juga dalam aspek lingkungan, jika alam hanya dikeruk sedemikian rupa, tak tersisa lagi alam yang lestari untuk generasi masa depan.

“Di situlah pentingnya kita memperjuangkan keadilan antargenerasi, memilih pemimpin yang punya kapasitas terbaik dan berkomitmen pada masa depan generasi,” ujar Mahasiswa Ilmu Politik Unair, Abrar Ghifari.

(rils/bus)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular