Friday, April 19, 2024
HomeGagasanEnding Polemik Kamus Sejarah

Ending Polemik Kamus Sejarah

Polemik Kamus Sejarah
ilustrasi. (foto: istimewa)

Sesungguhnya, istilah Kamus Sejarah, itu problematik dan buku Kamus Sejarah Indonesia, itu problematik sendiri. Ini ijtihad baru untuk membantu memahami sejarah Indonesia sebelum dan sesudah kemerdekaan.

Kata Kamus itu berasal dari Bahasa Arab yang diserap dari kata Yunani Ωκεανός (okeanos) yang berarti ‘samudera’. Sedangkan, sejarah berasal dari Bahasa Arab yaitu šajaratun yang artinya ‘pohon’. Jadi, secara harfiah kamus sejarah adalah samudera pohon.

Kamus sejarah Indonesia ibarat samudera pohon peristiwa yang terdiri dari batang, cabang, ranting, dahan, dan buah yang akarnya menghujam dalam perut bumi Nusantara. Buku ini merupakan perbendaharaan arti dan makna peristiwa masa lampau. Peristiwa ini meliputi pelaku, waktu, kejadian dan pengaruh terhadap perjalanan sejarah berikutnya.

Buku Kamus Sejarah bukan sekadar sumber informasi akan tetap bermakna nation formation (pembentukan bangsa) dan nation building (pembangunan bangsa). Sebuah ikhtiar yang tiada akhir dalam membentuk dan membangun keindonesiaan.

Polemik dan ending polemik Buku Kamus Sejarah adalah bukti kepedulian semua pihak terhadap nasib dan masa depan Indonesia. Suatu nation state (negara bangsa) yang dibentuk dan dibangun oleh seluruh elemen anak bangsa tanpa terkecuali yang berasal dari suku, agama, budaya dan adat istiadat yang berbeda-beda. Semua merasa menjadi bagian dari sejarah negeri ini. Dan negeri ini juga bagian dari sejarah mereka.

Pelajaran berharga dari hilangnya nama KH Muhammad Hasyim Asy’ari dan munculnya nama Henk Sneevliet dalam Kamus Sejarah, adalah bukti bahwa selalu ada yang ingin memantik konflik. Luka lama dari konflik berdarah antara Islam satu sisi dan komunisme sisi lain selalu ingin dibuka untuk membenturkan antar kelompok anak bangsa.

Skenario konflik tersebut ternyata gagal, justru membawa hikmah bagi penyempurnaan buku Kamus Sejarah dan perluasan keterlibatan semua pihak untuk memberikan sumbang saran. Dengan demikian, sejarah bukan hanya ditulis penguasa akan tetapi rakyat juga ikut menulisnya bersama. Sehingga, tak ada lagi istilah pembelokan atau penghilangan sejarah kelompok tertentu dalam kenduri kebangsaan. Bahwa, Indonesia tentang kita.

Pasca kunjungan Mendikbud, Nadiem Makarim ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), bertemu dengan Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, Yenyy Wahid dan beberapa pengurus Nahdlatul Ulama (NU) lain (Kamis, 22 April 2021) dapat mengakhiri semua polemik yang terjadi. Pemerintah harus mengawali penulisan sejarah gaya baru, citizen historian (sejarah warga) ala SN Mukherjee. Gaya ini memupus pandangan bahwa sejarah tentang penguasa dan pemenang dalam pergulatan kekuasaan.

Sartono Kartodirdjo, guru utama sejarawan Indonesia dari Universitas Gajah Mada (UGM), menyatakan bahwa menulis sejarah jangan terpesona dengan aneka ragam kisah raja dan pembesar sekitarnya. Tetapi harus disadari bahwa rakyat, petani dan wong cilik juga punya peran sangat berarti dalam membentuk sejarah perjalanan bangsa.

Untuk itu, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) seyogyanya memperkuat tim penulis buku Kamus Sejarah ini dengan menambah sejarawan Islam dan nasional sekaligus. Draf buku yang telah direvisi dilakukan public review untuk mendapatkan saran dan masukan. Setelah dilakukan perbaikan berdasarkan saran dan masukan tersebut, baru naik cetak, dipublikasikan dan dijadikan referensi sumber pembelajaran.

Di tengah derasnya arus ideologi transnasional, pembelajaran sejarah sangat penting dan strategis dalam rangka nation and character building (pembangunan karakter bangsa). Pelajaran sejarah bermanfaat untuk sarana pendidikan politik, memperkuat nasionalisme, mengetahui lebih dalam bangsa sendiri dan bangsa lain, serta membiasakan berfikir diakronis dan sinkronik dengan multidisiplin.

Sebagai kata akhir dari tulisan ini, saya teringat pepatah Arab, Al-insanu ‘aduwun ‘an jahilihi atau manusia itu musuh dari ketidaktahuannya. Kecurigaan dan purbasangka antar anak bangsa berawal dari ketidaktahuan. Ini bibit permusuhan dan biang kerok dari disintegrasi bangsa. Tuhan menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar lita’arafu atau untuk saling mengenal satu sama lain demi kemashlahatan manusia dan alam semesta.

 

MOCH. EKSAN

Pendiri Eksan Institute Jember Jawa Timur

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular