Wednesday, April 17, 2024
HomeSains TeknologiKesehatanDjarot dan Dinas Kesehatan DKI Dinilai Acuh, 3 Warga DKI Meninggal

Djarot dan Dinas Kesehatan DKI Dinilai Acuh, 3 Warga DKI Meninggal

Ketua Nasional Relawan Kesehatan (Rekan) Indonesia dalam sebuah aksi membela hak-hak publik terutama di sektor kesehatan.
Ketua Nasional Relawan Kesehatan (Rekan) Indonesia dalam sebuah aksi membela hak-hak publik terutama di sektor kesehatan.

JAKARTA – Ironis memang ketika kita mendengar berita meninggalnya pasien di Rumah Sakit (RS) yang disebabkan oleh kelalaian pihak RS dalam mengutamakan fungsi sosial mereka untuk menyelamatkan jiwa pasiennya. Masih banyak RS terlebih RS swasta yang lebih mengedepankan keuntungan semata karena terjebak pada paradigma industri jasa kesehatan dimana pasien adalah pasar jasa kesehatan yang mereka tawarkan.

DKI yang menggadang-gadang pelayanan optimal melalui Ketuk Pintu Layani Dengan Hati (KPLDH) masih jauh dari harapan warga akan terwujudnya pelayanan kesehatan yang berkualitas, nyaman dan aman serta lebih mengutamakan kemanusiaan ketimbang uang.

Dalam 3 bulan terakhir ini saja pelayanan kesehatan RS di DKI telah memakan korban sebanyak 3 orang warga DKI yang harus melayang nyawanya karena kurang optimalnya pelayanan kesehatan di DKI dalam melayani warga DKI yang menderita sakit parah.

Hal ini disampaikan oleh Agung Nugroho, Ketua Nasional Relawan Kesehatan Indonesia (Rekan Indonesia) melalui siaran persnya yang tersebar melalui media sosial terkait meninggalnya bayi berusia 4 bulan di RS Mitra Keluarga Kalideres.

Menurut Agung, wafatnya bayi berusia 4 bulan dari pasangan suami istri warga kalideres ini menambah daftar warga DKI yang harus meregang nyawanya di RS.

“Pertama saat malam takbiran Sabtu 24 Juni 2017, Kusnadi warga Cengkareng Jakarta Barat, menghembuskan nafas terakhirnya setelah keluarga korban kesulitan mendapatkan ruang isolasi untuk Kusnadi. Parahnya, kepala dinas(kadis) kesehatan DKI yang dilaporkan ada warga yang kesulitan mendapatkan ruang Isolasi lambat merespon, sekalinya merespon malah dibilang pasien tidak gawat kondisinya. Padahal saat itu pasien dalam kondisi kritis dan nafasnya sudah satu satu,” papar Agung, Minggu (10/9/2017).

Agung juga menambahkan bahwa kasus Kusnadi ini juga sudah dilaporkan secara tertulis kepada Gubernur DKI, Djarot Syaifullah Hidayat. Namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari gubernur DKI tersebut.

“Kasus kedua adalah pada Sabtu 12 Agustus 2017 yang terjadi pada warga Cengkareng Timur Jakarta Barat bernama Khasanah. Pasien ini dipersulit berjam jam oleh RS tempat dia dirawat hanya untuk mendapat ruang ICU. Awalnya RS mengatakan ICU penuh, anehnya ketika kondisi pasien makin kritis baru pihak RS memasukan ke ruang ICU. Sayangnya sudah terlambat, baru masuk beberapa menit, Khasanah menghembuskan nafas terakhirnya,” imbuhnya.

Menurut Agung, kasus Khasanah ini juga sudah dilaporkan ke Dinas Kesehatan (dinkes) DKI namun lagi lagi pejabat dinkes lamban merespon hingga akhirnya nyawa Khasanah tidak dapat tertolong.

“Ketiga kasus yang saat ini sedang ramai di media, yaitu kasus bayi Deborah, 4 bulan, yang juga harus meregang nyawanya karena tidak bisa mengakses ruang perawatan khusus bayi atau PICU, dimana RS tempat Deborah berobat menolak memberikan pelayanan PICU hanya karena tidak ada uang Dp sebesar Rp 11 juta” jelas Agung.

Agung sangat menyesalkan seringnya terjadi kasus seperti diatas, dimana RS selalu mempersulit pasien mendapatkan haknya mengakses fasilitas kesehatan demi kesembuhan penyakitnya.

“RS sudah kehilangan fungsi sosialnya dan lebih mengutamakan uang ketimbang rasa kemanusiaan menyelamatkan nyawa pasien. Dan pemerintah DKI dalam hal ini Gubernur dan Dinkes yang paling bertanggungjawab terhadap kasus matinya pasien di RS,” tegas Agung.

Agung menambahkan bahwa rentetan kasus diatas jelas merupakan bukti bahwa pelayanan kesehatan di DKI masih belum berpihak kepada rakyat terutama rakyat kecil. Agung menilai Gubernur dan dinkes DKI sepertinya terlihat setengah hati dalam hal mengupayakan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di RS. Ini bisa dilihat dari terus berulangnya kasus-kasus seperti diatas yang setiap tahun mewarnai awan mendung dunia kesehatan di DKI.

Agung menambahkan bahwa rentetan kasus diatas jelas merupakan bukti bahwa pelayanan kesehatan di DKI masih belum berpihak kepada rakyat terutama rakyat kecil. Agung menilai gubernur dan dinkes DKI sepertinya terlihat setengah hati dalam hal mengupayakan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di RS. Ini bisa dilihat dari terus berulangnya kasus-kasus seperti diatas yang setiap tahun mewarnai awan mendung dunia ke sehatan di DKI.

“Apalagi jika kita melihat cara penanganan kasus yang dilakukan oleh gubernur dan dinas kesehatan DKI, masih seperti petugas pemadam kebakaran yang baru repot ketika ada api berkobar di gedung atau rumah, dan ketika api padam kembali duduk tenang, menanti kobaran api selanjutnya datang,” kesalnya.

Gubernur dan Dinkes DKI seakan-akan tak bertaji menghadapi buruknya pelayanan kesehatan. Padahal dalam UU Rumah Sakit Bab IV Tanggung Jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pasal 6 poin C telah diberikan wewenang untuk menegakan Fungsi Pengawasan Dan Pembinaan Terhadap rumah sakit.

“Pak Djarot jangan meleng terus terhadap pelayanan di RS, karena Dinas Kesehatan yang dibawah kepemimpinannya dipimpin oleh kepala dinas saat ini terlalu acuh terhadap laporan warga yang kesulitan di RS. Tidak seperti kepemimpinan dinkes sebelumnya yang tegas dan cepat dalam merespon keluhan warga terhadap pelayanan di RS,” tandas Agung mengakhiri penjelasannya.

(an/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular