Saturday, April 20, 2024
HomeHukumDibela Laskar Merah Tameng Adat Borneo, Buruh Bangunan Sukses Rebut Tanah Miliknya

Dibela Laskar Merah Tameng Adat Borneo, Buruh Bangunan Sukses Rebut Tanah Miliknya

Senin (26/7/2021) Laskar Merah Tameng Adat Borneo saat melakukan pembersihan lahan seluas 8.239 m2  yang sengketanya telah dimenangkan oleh Saparuddin dan Mohamad Sabril. Lahan ini terletak di Jalan Manunggal RT 59 Kelurahan Sungai Nangka (d/h Kelurahan Gn. Bahagia), Kecamatan Balikpapan Selatan, Balikpapan, Kalimantan Timur. (foto: istimewa)

 

BALIKPAPAN – Senin (26/7/2021) Laskar Merah Tameng Adat Borneo atau yang dikenal Laskar Merah membersihkan lahan sengketa yang berlangsung bertahun-tahun lamanya. Hal tersebut dilakukan setelah lahan tersebut dimenangkan sengketanya oleh Saparuddin dan Mohamad Sabril sebagai ahli waris dari Sabri bin Banting Ali sebagai pemilik tanah yang memenangkan gugatan dan perkaranya dalam status putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde).

Saparuddin yang seorang buruh bangunan dan saudaranya Mohamad Sabril yang belum mempunyai pekerjaan berterima kasih kepada pihak Panglima Besar Laskar Merah Tameng Adat Borneo, Basuki Rahmat, SKM., atas pembelaannya merebut kembali tanah warisan keluarganya seluas 8.239 m² yang terletak di Jalan Manunggal RT 59 Kelurahan Sungai Nangka (d/h Kelurahan Gn. Bahagia) Kecamatan Balikpapan Selatan, Balikpapan, Kalimantan Timur.

Bersamaan dengan pembersihan lahan tersebut, petugas ukur dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Balikpapan ikut melaksanakan pemeriksaan dan pengukuran tanah pada lahan tersebut atas permohonan Saparuddin.

Rabu (28/7/2021), Nurul Fariati, SH, selaku kuasa hukum Saparuddin dan Mohamad Sabril  menerangkan kepada redaksi cakrawarta.com, bahwa pihaknya telah diajak bekerja sama oleh Basuki Rahmat, SKM., yang karena kedudukannya biasa dipanggil “Panglima” disebabkan ada gangguan secara terus-menerus dari pihak Endi Daud yang dinilai terus berusaha “merampas” tanah dari Saparuddin dan Mohammad Sabril.

“Walaupun tanpa alat bukti yang kuat, Endi Daud bahkan pada sekira bulan November 2020 berani menggugat Saparuddin dan Mohamad Sabril dengan sangkaan “Perbuatan Melawan Hukum” di Pengadilan Negeri Balikpapan yang tercatat dalam Register Perkara nomor : No.227/Pdt.G/2020/PN Bpp seakan hendak melemahkan produk pengadilan yang sudah berstatus Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Pihak Endi Daud ini bahkan mengabaikan perkara telah sampai pada Peninjauan Kembali dan telah dilakukan eksekusi riil serta objek sengketa telah diserahkan Pengadilan pada Saparuddin. Oleh sebab itu tak heran gugatan Endi Daud tidak diperiksa pokok perkaranya dan gugatan dinyatakan ditolak. Selain disebabkan ne bis in idem (perkara yang sama tidak boleh diajukan untuk kedua kali), juga Endi Daud dianggap Diskualifikasi in persona (orang yang tidak punya kapasitas menggugat),” papar Nurul Fariati.

Nurul menceritakan bahwa sebenarnya telah dilakukan eksekusi terhadap objek sengketa pada tanggal 12 Juli 2017 lalu dan telah dicatat dalam Berita Acara Eksekusi Riil (Penyerahan Obyek Sengketa) Nomor: E .22. 2014–12/Pdt.G/2008/PN.Bpp tentang Perintah Eksekusi Riil. Menariknya, menurut Nurul, meskipun tidak punya hak apapun atas tanah dan tidak ada hubungan hukum apapun dengan pemilik tanah atau ahli warisnya, Endi Daud mengirimkan Surat Aduan tertanggal 13 Juli 2017 mengenai keberatan atas Pelaksanaan Eksekusi Riil tersebut.

“Namun surat aduan tersebut tidak ditanggapi oleh Mahkamah Agung. Hal tersebut tercatat dalam  Laporan tentang proses eksekusi putusan perkara perdata No.12/Pdt.G/2008/PN.Bpp, berkenaan dengan pengaduan atas ketidakpuasan terhadap eksekusi yang telah selesai dilaksanakan nomor: W18.U2/1934  /PDT.01.05/VIII/2017 yang menyatakan Endi Daud tidak diketahui kapasitasnya dalam Suratnya tertanggal 13 Juli 2017 yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung mengatasnamakan kepentingan Pihak Pemohon Eksekusi, pada pokoknya menyatakan tidak puas dengan Pengadilan Balikpapan atas proses eksekusi yang telah dilaksanakan,” imbuh alumnus Fakultas Hukum Universitas Airlangga tersebut.

Kronologi Kasus

Nurul Fariati, SH menerangkan bahwa pemilik pertama tanah adalah Minah berdasarkan Surat Keterangan Kesaksian Perwatasan (Segel) atas nama Minah bertanggal 2 Maret 1977. Setelah Minah dan suaminya wafat tanpa keturunan  kemudian tanah diwariskan pada kemenakan Minah satu-satunya bernama Sabri bin Banting Ali berdasarkan pada Akta Pembagian Harta Peninggalan dari Pengadilan Agama Balikpapan Nomor: 42/PPHP/2005/PA.Bpp.

“Sabri bin Banting Ali sendiri adalah orang tua kandung dari Saparuddin dan Mohamad Sabril, sehingga ketika Sabri bin Banting Ali meninggal dunia tanah diwariskan pada kedua anak kandungnya tersebut berdasarkan Penetapan Ahli Waris dari Pengadilan Agama Balikpapan register perkara nomor: 132/Pdt.P/2019/PA.Bpp.,” ujar Nurul.

Masih menurut Nurul, semasa hidupnya Minah bermaksud menjual tanah tersebut dengan memakai jasa makelar bernama Mustari berasal dari Tarakan, Kalimantan Utara. Sehari-harinya Mustari bekerja serabutan di Balikpapan kadang-kadang menjadi kuli bangunan. Bahkan Minah mengizinkan Mustari mendirikan pondok (semacam dangau) di atas tanahnya sekedar untuk bernaung. Namun, sampai Minah meninggal dunia tanah belum laku dijual. Demikian halnya Sabri bin Banting Ali juga berkeinginan menjual tanah warisan dari Minah dengan memakai jasa makelar yang sama yaitu Mustari. Senasib dengan Minah sampai Sabri bin Banting Ali meninggal dunia tanah belum berhasil dijual. Mustari mempunyai keturunan salah satunya Endi Daud yang kemudian sampai sekarang mengaku tanah dimaksud adalah tanah bapaknya (Mustari) yang telah dibeli dari Minah, sedangkan Endi Daud tidak mempunyai bukti apapun terkait pernyataannya. Endi merasa berhak memiliki tanah tersebut sebagai ahli waris dari Mustari, sedangkan saudara kandung Endi Daud yang lain diam saja, tidak bersekutu bersama Endi Daud dalam merebut tanah yang disebut Endi Daud sebagai tanah warisan dari ayahnya itu.

Kemudian, menurut Nurul, saat mendiang Sabri bin Banting Ali masih hidup, tiba-tiba di atas tanah tersebut terbit Sertifikat Hak Milik No.1333/Kel. Damai atas nama Ida Ayu Puspawati sehingga untuk mempertahankan haknya Sabri bin Banting Ali menggugat Ida Ayu Puspawati di Pengadilan Negeri Balikpapan dengan sangkaan ”Melakukan Perbuatan Melawan Hukum”  yang terdaftar dengan register perkara No. 12/Pdt.G/2008/PN.Bpp, dimana Judex Factie Tingkat Pertama memenangkan Tergugat Ida Ayu Puspawati dinyatakan sertifikat tanahnya sah, kemudian Sabri bin Banting Ali menyatakan banding yang tercatat pada register perkara No.17/PDT/2009/PT.KT.SMDA.

“Hasil dari banding tersebut maka Putusan Pengadilan Tinggi membatalkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan dan memenangkan Sabri bin Banting Ali yang dinyatakan sebagai pemilik tanah yang sah serta menyatakan sertifikat Sertifikat Hak Milik No.1333/Kel. Damai atas nama Ida Ayu Puspawati tidak sah. Pengadilan Tinggi menemukan cacat proses pada Sertifikat Hak Milik atas nama Ida Ayu Puspawati dimana terbukti secara sah dan melawan hukum memalsukan Surat Keterangan kematian Minah sebagai pemilik pertama tanah. Pada Tingkat kasasi dan Peninjauan Kembali hak Sabri bin Banting Ali semakin dikuatkan sebagai pemilik tanah yang sah,” kata Nurul.

Sementara itu, Panglima Besar Laskar Merah Tameng Adat Borneo, Basuki Rahmat, SKM. menegaskan bahwa pihak Endi Daud melakukan beberapa gangguan terhadap ahli waris tanah dan dinilai keterlaluan di antaranya adalah pasca eksekusi riil, Endi Daud mencabut plang nama Saparuddin yang ditegakkan di atas tanah sampai beberapa kali.

“Sekitar kurang lebih lima kali lah upaya pencabutan itu. Pihak Endi Daud lalu menegakkan plang bertuliskan informasi kepemilikan tanah adalah Mustari berdasarkan putusan pengadilan yang senyatanya atas nama Sabri bin Banting Ali, tapi dituliskan dalam baliho adalah Mustari. Ini jelas penyesatan informasi yang luar biasa besar,” ujar pria yang akrab disapa Bang Ibas tersebut.

Bang Ibas menambahkan dimana pada saat eksekusi riil, juru sita Pengadilan Negeri Balikpapan menyerahkan objek sengketa pada Saparuddin, Endi Daud membayar oknum wartawan dari sebuah media daring yang menayangkan video dirinya sedang berada di lokasi eksekusi riil diinformasikan sebagai “Penggugat” yang menang perkara tapi tidak puas pada pelaksanaan eksekusi riil.

“Endi Daud juga memagar area tanah dan menggemboknya. Kini pagar telah dibuka oleh Laskar Merah sehingga ahli waris berhasil menguasai secara de facto setelah sebelumnya menguasai secara de jure tanah warisannya,” tegas Bang Ibas.

Ditambahkan oleh Ibas, selama rentang waktu pasca eksekusi riil (tahun 2017) sampai sekarang banyak perbuatan Endi Daud yang dinilai merugikan di antaranya pungutan liar terhadap warga yang berbatasan dengan tanah serta menghibahkan sebagian kecil tanah untuk jalan kampung dengan memungut pungli pada warga kampung.

“Tanah ini sekarang sedang proses konversi dan peralihan yang dimohonkan pada BPN. Kami mengawal proses  dari Segel ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik atas nama ahli waris,” ujar Bang Ibas.

Masih menurut Bang Ibas, setelah tidak berhasil menggugat Saparuddin dan Mohamad Sabril, Endi Daud terlihat tidak rela atas pemasangan plang bertanda “Tanah Dalam Pengawasan Tameng Adat Borneo” dimana ahli waris setuju dengan dipasangnya plang tersebut di atas tanah mereka.

“Anehnya, Endi Daud menulis surat yang isinya fitnah terhadap Panglima Laskar Merah dimana suratnya ditembuskan pada banyak pihak. Karenanya, saat ini pihak Laskar Merah terus bersinergi dengan advokat Nurul Fariati, SH dalam rangka melindungi orang kecil seperti Saparuddin  dan Mohamad Sabril demi mendapatkan keadilan, melindungi aset mereka yang berharga untuk merubah nasib di masa depan,” pungkasnya.

(bus/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular